REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) berharap keringanan insentif bisnis di masa pandemi Covid-19. CEO Patuna Travel, Syam Resfiadi menyampaikan selain keringanan dalam PMK terbaru, PPIU juga diharapkan mendapat amortisasi kerugian di tahun-tahun berikutnya.
Menurutnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.3/2020 sangat membantu karena memperjelas aturan bahwa PPIU dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) satu persen. Namun demikian ini tidak berdampak langsung pada biaya perjalanan.
"Nilainya memang sangat kecil namun jadi simpang siur karena sebelumnya aturan tidak jelas, Alhamdulillah sekarang jelas tidak ada pajak khusus keagamaan," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (28/7).
Kebijakan ini akan sedikit membantu jamaah. Sementara untuk PPIU, diharap ada insentif atau keringanan lain. Syam berharap adanya amortisasi kerugian di tahun-tahun berikutnya.
Misal, jika PPIU mendapatkan keuntungan Rp 2 miliar pada 2021 dan kerugian tahun 2020 sebesar Rp 1,5 miliar, maka yang dibayarkan ke Pemerintah hanya Rp 500 juta saja. Sebesar Rp 1,5 miliar kerugian diganti oleh keuntungan tahun berikutnya.
"Maksudnya adalah pemerintah tidak hanya ambil untung dari pengusaha saja namun juga menanggung kerugian bersama," katanya.
Bisnis haji dan umrah hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Bisnis travel umrah dan haji masih tutup atau kosong dengan tidak adanya sama sekali perjalanan. Sehingga bisnis haji dan umrah tidak memiliki pemasukan.