REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Musim haji tahun 1441H/2020M resmi selesai dan dinyatakan sukses. Kesuksesan ini ditandai dengan tidak ditemukannya virus Covid-19 di antara jamaah yang berpartisipasi.
Kerajaan Arab Saudi menyebut, pengalaman persiapan dan pelaksanaan haji kali ini akan dievaluasi. Hasilnya, akan dijadikan bahan pertimbangan untuk membuka kembali ibadah umrah bagi seluruh umat Muslim.
Kepala Subdit Perizinan, Akreditasi dan Bina PPIU Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), M Ali Zakiyudin, menyebut, dalam mempersiapkan umrah ada banyak hal yang harus dibahas.
"Kemarin kita sudah mengumpulkan asosiasi perjalanan umrah dan melakukan rapat. Lalu rapat juga dengan Satgas penanganan umroh. Kita bahas seputar apa yang harus kita siapkan ketika umroh kembali dibuka," ujar Ali Zakiyudin saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/8).
Dengan kondisi saat ini, Ali menyebut belum tahu persis apa yang sedang dipersiapkan oleh Kerajaan Saudi. Tapi, ia meyakinkan belakangan Kemenag sudah melakukan persiapan dan pembahasan terkait umroh di tengah Covid-19 ini.
Hingga saat ini, ia mengatakan belum ada penjelasan resmi dari Kerajaan Saudi tentang kepastian tanggal umrah kembali dibuka. Selain itu, persiapan dan peraturan terkait umroh juga belum dikeluarkan.
Ali juga menyebut, hingga saat ini masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan Kemenag dan pemangku kepentingan lainnya. Salah satunya terkait jamaah yang sudah mendaftar sebelum umroh ditangguhkan.
"Ada banyak hal yang kita diskusikan. Termasuk asosiasi yang membahas kenaikan harga dari yang sebelumnya," lanjutnya.
Terkait penutupan sementara pendaftaran umrah, Ali menyebut aturan itu masih berjalan dan belum dicabut. Kemenag saat ini berusaha untuk satu-persatu menyelesaikan tugas yang belum selesai, sembari menyiapkan musim umroh berikutnya.
Ia lantas menyebut, jika Arab Saudi memutuskan membuka umrah dengan pemberlakuan protokol kesehatan seperti haji kemarin, perlu dipikirkan durasi waktu yang dibutuhkan. Ritual umrah dipersingkat, namun waktu untuk karantina lebih lama.
Biasanya, pelaksanaan umrah berjalan antara sembilan hingga 15 hari. Durasi ini bisa saja berubah, karena membutuhkan karantina mandiri sebelum dan sesudah ibadah umoah, yang memakan waktu 30 hari.
"Ini tentu memengaruhi cost yang harus dipikirkan. Ini akan kita coba lihat dulu. Tetapi kami juga tidak berani jamin akan murah," kata dia.
Semua stakeholder nantinya akan melihat dan mempelajari terlebih dahulu kebijakan yang dikeluarkan Kerajaan Saudi. Dari kebijakan yang ada, akan diperhitungkan biaya, protokol keamanan dan kesehatan, serta seberapa besar keberanian yang dimiliki untuk memberangkatkan jamaah umroh.
Asosiasi, disebut memiliki catatan tersendiri mengenai keamanan dan keselamatan jamaahnya. Salah satunya, mematuhi peraturan dari Kemenag untuk memberi perlindungan bagi jamaah. Jika asosiasi berani memberangkatkan, semua aspek keselamatan harus dipenuhi.
"Kita akan lakukan diskusi yang lebih komprehensif setelah ada keputusan dari Arab Saudi. Kita bahas juga langkah-langkah apa yang harus dilakukan," ucap Ali.
Ali menyebut, persiapan pemberangkatan umroh harus dilakukan sematang mungkin. Isu apapun yang beredar akan langsung dibahas dengan semua stakeholder.
Per tahunnya, Ali menyebut Indonesia mengirimkan kurang lebih 1,3 juta jamaah. Ibadah umroh berbeda dengan haji yang memiliki batas kuota. Jika nantinya juga diberlakukan kuota yang lebih sedikit, maka harus diperhitungkan dengan matang bagaimana menyiasatinya.