Kamis 06 Aug 2020 15:00 WIB

Inggris Merajai Fintech Syariah Kalahkan Malaysia dan UEA

Indonesia tercatat memiliki 13 fintech start-up.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Inggris Merajai Fintech Syariah Kalahkan Malaysia dan UEA. Warga mencoba mengakses salah satu fintech syariah di Jakarta.
Foto: Prayogi/Republika.
Inggris Merajai Fintech Syariah Kalahkan Malaysia dan UEA. Warga mencoba mengakses salah satu fintech syariah di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menurut catatan Islamic Finance News (IFN) FinTech, sebanyak 142 fintech Islami terdapat di seluruh dunia. Berdasarkan laporan per Juli 2020, Inggris merajai fintech syariah saat ini. Inggris mengungguli Malaysia dengan 19 fintech start-up, Indonesia 13, Uni Emirat Arab 15, dan Arab Saudi dengan sembilan fintech.

Dilansir dari Finance Fintech, Inggris saat ini menjadi rumah bagi 27 fintech syariah yang tengah berkembang pesat. fintech syariah memberikan daya tarik tersendiri dari perusahaan-perusahaan berbasis Islam.

Baca Juga

Misalnya saja, My Ahmed, sebuah platform e-money yang sesuai dengan syariah, diterima di peraturan Financial Conduct Authority (FCA) pada Juli. Kemudian di bulan yang sama, platform pinjaman peer-to-peer (P2P) Islami Qardus meluncurkan layanannya di Inggris.

Yang lainnya seperti platform perdagangan emas berbasis keluhan syariah Minted, yang berencana meluncurkan bank digital pada 2021. Serta ada Kestrl, alternatif perbankkan yang sesuai syariah.

Sejak Januari, aplikasi perbankan syariah Niyah dan bank digital pengaduan syariah Rizq juga telah diluncurkan di Inggris. Perbankan syariah mulai tumbuh pada pertengahan abad ke-20 dan tidak membebankan bunga.

Fintech syariah juga mengesampingkan investasi karena haram seperti haramnya perjudian dan minuman beralkohol. Asia Tenggara memiliki beberapa populasi Muslim terbesar secara global dan telah dijuluki sebagai sarang inovasi keuangan syariah. Start-up seperti Kestrl yang mengambil alih Inggris telah menyatakan minat mereka untuk akhirnya berekspansi.

Indonesia adalah rumah bagi komunitas Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 230 juta atau 87 persen dari populasi. Kemudian Malaysia memiliki 22 juta penduduk Muslim dan Singapura memiliki 14 persen penduduk muslim.

Menurut Thomson Reuters, aset sesuai syariah di seluruh dunia dipatok lebih dari 2,4 triliun dolar AS awal tahun ini. Kemudian naik dari hanya 200 miliar dolar AS miliar pada tahun 2003 dan mencapai 3,8 triliun dolar AS pada 2022.

Di Inggris, Islam adalah agama terbesar kedua. Muslim membentuk lima persen dari populasi Inggris atau sekitar 2,5 juta.

Challenger Kestrl mengatakan kepada FinTech Futures bahwa pemasaran bank syariah pada mulanya tidak banyak mendapatkan pelanggan, bahkan dari kalangan muslim sendiri. "Anak muda Muslim tidak menyukai solusi yang mengklaim dirinya Muslim, mereka pikir merek tersebut mencoba memanfaatkan mereka - itulah mengapa Muslim menggunakan bank konvensional, karena mereka lebih mempercayainya," kata pendiri dan CEO, Areeb Siddiqui.

Inilah mengapa Kestrl memposisikan penawarannya sebagai berkelanjutan, termasuk penawaran amal untuk melengkapi layanan syariahnya. Pendiri Platform Crowdfunding Properti Islam Yielders, Irfan Khan mengatakan hal yang sama dengan Sifted pada Januari. Menurutnya, fintech Islam perlu menarik pengguna di luar “ceruk dalam ceruk” ini.

“Bagi fintech, kunci kesuksesan adalah meraih massa kritis. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan fokus pada segmen tertentu, untuk menembusnya jauh lebih mudah dan lebih cepat. Tapi kemudian Anda harus melangkah lebih luas lagi,” tambah Khan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement