Selasa 11 Aug 2020 01:43 WIB

LSP-MUI: Auditor Halal Harus Paham Ilmu Kesyariahan

Auditor halal itu adalah saksi Komisi Fatwa MUI untuk mengumpulkan data.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Fakhruddin
LSP-MUI: Auditor Halal Harus Paham Ilmu Kesyariahan (ilustrasi).
Foto: Infografis Republika
LSP-MUI: Auditor Halal Harus Paham Ilmu Kesyariahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Utama Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP-MUI) Sholahudin Al-Aiyub menyatakan auditor halal adalah saksi Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengumpulkan data produk yang disertifikasi. Karena itu, auditor halal harus memiliki wawasan tentang kesyariahan.

"Kalau auditor tidak mengerti tentang masalah syariah, sekalipun sesuatu yang elementer dan tidak sama kedalamannya dengan komisi fatwa, tentu mereka tidak akan paham tentang apa yang akan dilaporkan di Komisi Fatwa nanti," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (10/8).

Sholahudin juga menyampaikan, seorang auditor harus tunduk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI ini ditetapkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan juga oleh pemangku kepentingan terkait masalah halal.

"Jadi bukan semata-mata dari MUI. Dan harus dipahami bahwa auditor halal itu adalah saksi Komisi Fatwa MUI untuk mengumpulkan data. Ini adalah proses yang tidak bisa terpisahkan dari aspek penetapan fatwa kehalalan. Sebab hasil auditing yang mereka lakukan menjadi pijakan utama penetapan kehalalan," jelasnya.

Apalagi, Sholahudin menambahkan, pandangan Komisi Fatwa dan saintifik bisa saja tidak sejalan dan memang tidak harus kompatibel. "Karena ujungnya adalah penetapan kehalalan dalam bentuk fatwa. Karena itu, auditor posisinya adalah saksi, dia itu orang Komisi Fatwa yang diutus untuk check finding ke perusahaan," katanya.

Karena menjadi saksi Komisi Fatwa, auditor halal harus mengetahui apa yang dibutuhkan Komisi Fatwa tentang informasi yang akan dilaporkan di Komisi Fatwa. Dengan demikian, apa yang dikerjakan auditor halal dan apa yang diperlukan Komisi Fatwa harus selaras.

"Jangan yang diinginkan Komisi Fatwa itu A, dia melaporkan B, ya enggak cocok. Maka inilah pentingnya pemahaman masalah kesyariahan meski kedalamannya tidak sedalam ilmu kesyariahan yang lain. Dan itu sudah ada di dalam SKKNI," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement