Senin 17 Aug 2020 23:24 WIB

Di Manakah Titik Kritis Kentang Goreng?

Otoritas sejumlah negara memperbolehkan klaim minyak nabati.

Rep: c80/ Red: Muhammad Fakhruddin
Di Manakah Titik Kritis Kentang Goreng? (ilustrasi).
Foto: pixabay
Di Manakah Titik Kritis Kentang Goreng? (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kentang goreng ala Prancis, French fries, telah populer pada 1950-an. Penyajian kentang yang praktis nan menggugah selera ini semakin digemari. Santapan ini menjadi menu utama di restoran cepat saji di belahan dunia. Kini, peredarannya pun semakin luas. Ingin menikmati cita rasa kentang dengan berbagai rasa, keju, dan rasa campuran, cukup dengan membelinya di pusat perbelanjaan. Digoreng, ditiriskan, lalu disantap. 

Hanya saja, kata Wakil Direktur Sosialisasi LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ir Osmena Gunawan, bahan baku kentang kebanyakan adalah impor. Bahan tersebut telah diolah setengah jadi. Agar sesuai dengan resep, ditempuh sejumlah proses. Biar awet, biasanya dilumuri dengan lemak, bahkan MsG. “Supaya kentangnya lebih bagus,” ujarnya. 

Ia mengungkapkan, waspadalah akan lemak yang digunakan. Terbuat dari apakah lemak pelapis kentang tersebut. Halal tidakkah bahan dasar lemaknya. Cermati pula minyak gorengnya. Apakah minyak sayur murni ataukah minyak yang berasal dari lemak hewan.

Secara kasat mata, memang agak susah mendeteksinya. Karena itu, ia mengingatkan supaya memilih produk kentang goreng yang telah berlabel halal. Demikian halnya dengan restoran cepat saji. Masih banyak restoran cepat saji dengan menu kentang goreng yang belum bersertifikat halal. 

Dosen Institut Pertanian Bogor Dr Anna P Roswiem MS mengatakan penting memperhatikan minyak gorengnya. Bila terbuat dari nabati, cukup aman, tetapi terkadang ditambahkan zat lain agar jernih. Telusuri bahan dasar penyaringnya. Ada yang terbuat dari tempurung kelapa, kayu-kayuan, batu bara hingga tulang. Nah, tulang yang mengandung karbon aktif ini tentu tidak boleh dikonsumsi, halalnya perlu dikritisi.

Selain itu, kata Anna, ada jenis minyak goreng yang berwarna. Minyak goreng ini mengandung betakaroten yang tidak stabil sehingga perlu ada bahan penstabilnya. Terkadang, ada unsur gelatin di sana, bisa berasal dari tulang atau kulit hewan. Halal tidakkah hewan, baik dari jenis maupun cara penyembelihannya, sangat memengaruhi status kehalalan minyak tersebut.   

Ia mengungkapkan, otoritas sejumlah negara memperbolehkan klaim minyak nabati sekalipun terbuat dari lemak hewan dengan kadar 15 persen. Konsumen di Tanah Air boleh merasa lega. Mengingat ketentuan itu tidak diberlakukan oleh Pemerintah RI. 

Titik kritis kentang goreng itu, lanjut Anna, juga terdapat pada antikental pada garam. Ini biasanya diberikan agar proses pengasinan kentang tersebut bisa merata. Sedangkan, antikental sendiri biasanya ada turunan asam lemak yang berbahan dasar nabati atau hewani. Ketentuan untuk hewani sama, tergantung dari jenis atau cara penyembelihannya. “Halal atau tidak,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement