Selasa 25 Aug 2020 22:30 WIB

Muslimah dengan Kawat Gigi, Bolehkah?

Model berhias yang tak lazim seperti ini bisa jatuh para tindakan tabzir.

Muslimah dengan Kawat Gigi, Bolehkah?. Gigi yang tumbuh berantakan bisa diperbaiki dengan bantuan kawat gigi.
Foto: flickr
Muslimah dengan Kawat Gigi, Bolehkah?. Gigi yang tumbuh berantakan bisa diperbaiki dengan bantuan kawat gigi.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemasangan kawan gigi atau behel (orthodontics) agaknya bukan hanya alasan kesehatan semata, melainkan juga sudah menjadi tren dan gaya hidup. Banyak kaum hawa yang ikut-ikutan memasang behel, padahal tak ada kerusakan apa pun pada giginya. Bagaimanakah pandangan fikih Islam tentang pemakaian behel untuk tujuan kesehatan dan ikut-ikutan tren?

Istilah ortodontik dalam dunia medis untuk menalangi kasus gigi yang tidak normal, seperti gigi tonggos, tidak rata, jarang-jarang, dan sebagainya. Penyebabnya, bisa jadi faktor keturunan, kelainan bawaan, penyakit kornis, atau punya kebiasaan-kebiasaan buruk yang merusak gigi.

Untuk merapikan gigi tersebut agar terlihat normal, perlu dipasang alat cekat dari kawat. Membuat gigi tersusun rapi dan normal sebenarnya bukan sekadar tujuan estetika saja. Pemasangan behel sebenarnya lebih untuk tujuan kesehatan dan mengembalikan fungsi gigi. Misalkan, untuk berbicara dan mengunyah makanan. Jika gigi tersusun secara oklusi, yakni tutup-menutupnya gigi atas dan bawah secara sempurna, tentu fungsinya pun akan optimal.

Jadi, pemasangan behel adalah pekerjaan dokter spesialis gigi. Memang ada unsur estetika yang diperhatikan. Tetapi, unsur ini tidak boleh mengganggu tujuan aslinya, yakni untuk kesehatan.

 

Jika melihat tujuan aslinya, yakni pengobatan, tentu saja hal ini diperbolehkan syariat. Bahkan, orang yang mau berobat dari sakitnya mendapatkan ganjaran pahala karena memenuhi anjuran Nabi SAW. Berdalil dari hadis Nabi SAW, "Berobatlah wahai hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit, melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Demikian juga profesi sebagai dokter gigi disebut pula sebagai profesi yang mulia. Hal demikian karena perannya yang menyembuhkan orang sakit serta mengembalikan kepercayaan diri si pasien. Imam Syafi'i mengatakan, "Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (ilmu fikih) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran." Demikian disebutkan dalam Atthib Minal Kitab was Sunnah karya Al-Baghdadi (187).

Adapun bab taghyir li khalqillah (mengubah ciptaan Allah SWT) tidaklah termasuk dalam kategori ini. Orang yang punya gigi tonggos kemudian berobat sehingga giginya normal adalah upaya pengobatan. Hal ini boleh dan dinilai berpahala. Berbeda dengan orang yang punya gigi normal kemudian mengikir, memiringkan, menambah ukuran gigi, dan seterusnya. Inilah yang termasuk dalam bab taghyir li khalqillah karena tak ada upaya pengobatan di sana.

Lantas bagaimana hukumnya jika memakai behel untuk ikut-ikutan tren? Banyak didapati remaja putri hingga kalangan ibu-ibu yang memakai behel sebagai aksesori gaya hidup. Bahkan, ada pula yang menambahkan hiasan mata cincin dan permata bewarna-warni hingga berlian. Jelas sekali, tujuan utamanya bukan untuk pengobatan.

Dalam koridor syariat, tren sedemikian bisa jatuh pada hal-hal negatif yang berujung pada keharaman. Misalkan, behel yang digunakan justru merusak rongga mulut. Gigi yang semula normal bisa rusak dan goyah. Dampak lain seperti rumitnya menjaga kebersihan mulut karena terhalang behel.

Pemakaian behel yang seperti ini malah menjerumuskan diri sendiri pada kemudaratan dengan alasan agar tampil cantik dan menarik. Firman Allah SWT, "Jangan kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (QS al-Baqarah [2]: 195). Jadi, memakai behel yang diyakini akan menimbulkan mudarat (bahaya) pada diri sendiri adalah makruh, bahkan haram, bergantung pada tingkat mudaratnya.

Di samping itu, Islam melarang umatnya yang suka ikut-ikutan tren tanpa mengenal lebih jauh dampak positif dan negatifnya. Apalagi, tren dan gaya hidup tersebut bukanlah berasal dari budaya Islami. Firman Allah SWT, "Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (QS al-Isra [17]:36).

Para ulama juga menyebut tren merias gigi dengan behel serta membumbuhinya dengan permata adalah tindakan mubazir dan berlebih-lebihan. Pemasangan behel menelan biaya yang cukup mahal. Apalagi, jika dilekatkan batu permata dan berlian yang harganya sangat mahal. Model berhias yang tak lazim seperti ini bisa jatuh para tindakan tabzir (berlebih-lebihan).

Firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS al-An'aam [6]: 141).

Selain itu, perilaku ini juga bisa jatuh pada sikap riya, sombong, serta bermewah-mewahan. Perilaku ini jelas dikutuk dalam Alquran (QS al-Mukminun [23]:64-65 dan QS al-Isra' [17]:26-27).

Selain itu, hal-hal yang bisa membawa pada keharaman adalah penggunaan bahan yang tidak halal atau membahayakan kesehatan. Jika memang untuk tujuan pengobatan, pilihlah alat-alat yang aman untuk digunakan. Biasanya, alat cekat pada behel terdiri dari kawat, baracket (penopang kawat yang ditempelkan pada gigi yang terbuat dari logam, keramik, atau plastik), dan cincin karet yang berwarna-warni.

Kawat ini sendiri terbuat dari logam titanium ringan, tak berkarat, dan memiliki kelentingan. Ukuran dan bentuk dari kawat ini bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan. Karena menempel pada gigi, cara membersihkan alat cekat ini menjadi tak bebas. Karena itulah, biasanya disediakan sikat gigi khusus bagi para pemakai alat cekat ini. Wallahu 'alam.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 11 Desember 2015

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement