REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian jamaah haji memahami ungkapan "Pahala sesuai dengan kadar kesulitan", dengan menganggap bahwa kepayahan dan kesusahan dalam beribadah haji atau ibadah apa pun secara umum memang dituntut dalam syariat agar pahala semakin banyak.
Dikutip dari buku Bekal Haji karya Ustaz Firanda Andirja, dari situ di antara mereka ada yang sengaja berhaji dengan berjalan kaki tanpa mau mengikuti pelayanan atau aturan dari biro haji. Lalu, ada yang sengaja melakukan haji ifrad karena menganggap haji ifrad lebih berat pelaksanaannya sehingga lebih baik. Bahkan, ada yang berkata haji regular lebih afdal daripada haji plus karena lebih merepotkan. Apakah benar demikian?
Kemudahan Merupakan Tujuan Syariat
Tidak diragukan bahwa salah satu tujuan (maqasid) As-Syari’ah adalah menghilangkan kesulitan dari para mukalaf. Allah berfirman:
"...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.... " (Al-Baqarah 2: 185)
"...Allah tidak hendak menyulitkan kamu... ." (Al-Maidah 5: 6)
"...Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan...." (Al-Hajj 22:78)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits-haditsnya: "Sesungguhnya Allah suka untuk diambil rukhsah (keringanan dari-Nya) sebagaimana Allah suka untuk ditinggalkan kemaksiatan kepada-Nya" hadits riwayat Ahmad, Ibnu Khuzaimah.
"Sesungguhnya Allah suka untuk dikerjakan keringanan-keringanan dari-Nya sebagaimana Allah suka jika dikerjakan 'azaaim-Nya (hukum-hukum asaI sebelum ada keringanan)" hadits riwayat Ibnu Hibban. "Sesungguhnya agama ini mudah. Maka, tidak seorang pun yang menyulitkan agama kecuali terkalahkan". Hadits riwayat Al-bukhari.
Dari Ibnu Abbas, datang berita kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya saudari Uqbah bin Amir telah bernazar untuk berhaji dengan berjalan kaki. Maka, Nabi berkata: "Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan nazarnya. Perintahkan dia untuk naik kendaraan". Hadits riwayat Abu Dawud.
Kesulitan bukanlah perkara yang dikehendaki oleh syariat. Maka, jika ada seseorang berkata, "Daripada saya naik pesawat, lebih baik saya naik haji dengan naik bus karena lebih sulit dan lebih banyak pahalanya" atau berkata, "Lebih baik saya jalan kaki daripada naik bus karena lebih sulit dan lebih banyak pahalanya", hal ini tidaklah dibenarkan seperti yang telah dibahas dalam hadits tentang saudari Uqbah bin Amir yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berhaji dengan naik tunggangan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sendiri berhaji dengan naik unta.
Kesulitan yang tidak bisa terpisahkan dari ibadah akan mendatangkan pahala. Contohnya, orang yang hendak melempar jamrah tatkala haji harus berjalan dengan jarak yang jauh dan terkadang berada di bawah terik matahari. Akan tetapi, semua ini justru mendatangkan pahala.
Tidak bisa dikatakan secara mutlak bahwa haji reguler lebih afdal dan lebih mabrur daripada haji plus meskipun memang secara kenyataan bahwa haji reguler lebih repot, lebih letih, serta lebih banyak jalan kakinya. Akan tetapi, meskipun haji regular lebih banyak letihnya, tetapi haji plus lebih banyak infak-nya. Dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata:
وَلَكِنَّهَا عَلَى قَدْرِ نَفَقَتِكِ أوْ نَصَبكِ "Namun, pahalanya sesuai kadar nafkah atau biayamu dan letihmu".
Haji plus tentu bayarnya lebih mahal dan biaya ini tentu dikeluarkan dalam rangka menjalankan perintah Allah. Masing-masing haji, baik reguler maupun haji plus, merupakan perkara yang baik sehingga tidak bisa dikatakan secara mutlak bahwa haji reguler lebih mabrur daripada haji plus, atau sebaliknya. Baik haji plus atau reguler hendaknya dilaksanakan dengan sunah dan penuh ketakwaan. Haji mabrur bisa diraih dengan haji plus maupun haji regular. Wallahu A'lam bishawaab.