REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketika disebut kata ‘masjid tua di dunia’, pikiran sebagian orang melayang ke negeri Arab Saudi, Palestina, Andalusia, atau Mesir. Yang terbayang adalah masjid berarsitektur Arab yang didirikan pada abad ke-8 atau 9 oleh dinasti-dinasti di masa kegemilangan peradaban Islam.
Ada yang luput dari perhatian kaum Muslim di dunia bahwa di Kota Xi'an, Provinsi Shannxi, Cina, berdiri sebuah masjid kuno yang telah berusia kurang lebih 1.300 tahun. Inilah masjid tertua di Cina, sekaligus masjid tertua di luar jazirah Arabia.
Masjid Huaisheng, demikian orang Cina menyebutnya. Secara historis, pembangunannya diprakarsai oleh delegasi Muslim yang diutus oleh Khalifah Usman bin Affan ke Cina di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqas, paman Nabi Muhammad SAW.
Delegasi itu mengemban misi untuk berseru kepada penguasa Dinasti Tang tentang ajaran Islam. Kala itu, Kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang, dengan halus menolak seruan Islam yang disampaikan melalui lisan oleh Sa'ad Abi Waqqas. Namun, ia sangat menghormati ajaran dan nilai-nilai luhur Islam karena baginya universalitas Islam sesuai dengan ajaran fundamental Konfusianisme. Kaisar Gaozong pun merestui pembangunan masjid pertama, yang kemudian diberi nama Huaisheng. Dan, Dinasti Tang menyebut komunitas Muslim itu dengan nama 'hui'.
Nama lain dari Masjid Huaisheng adalah Guangta. Kata 'huaisheng' berarti mengenang Nabi yang agung, Muhammad SAW. Sedangkan, kata 'guangta' artinya menara api, menara cahaya, atau mercusuar. Nama yang pertama erat kaitannya dengan sejarah masuknya umat Islam ke daratan Cina untuk menyampaikan risalah kenabian Muhammad SAW. Sedangkan, nama kedua identik dengan simbol-simbol yang menghiasi masjid dan fungsi sosial keagamaan bagi masyarakat luas.
Nama Masjid Guangta merujuk kepada menara azan setinggi 36 meter yang berdiri anggun di sebelah barat daya masjid. Inilah menara pertama di daratan Cina yang menjadi bangunan tertinggi di Kota Xi'an selama berabad-abad. Tak berlebihan jika kemudian menara tersebut diduga sebagai simbol persahabatan antara masyarakat Cina dan umat Islam dari jazirah Arabia.
Secara fungsional, dahulu menara cahaya itu merupakan mercusuar yang mengatur lalu lintas kapal di perairan Sungai Zhujiang. Kapal-kapal pedagang dari berbagai belahan dunia memanfaatkannya sebagai tanda bahwa mereka telah memasuki kawasan Xi'an. Di samping itu, bagian puncaknya dimanfaatkan para nelayan untuk mengidentifikasi keadaan cuaca. Dari kejauhan, sosoknya tampak indah. Perpaduan arsitektur Cina dan Arab serta kilauan cahayanya menjadi keistimewaan yang melekat hingga sekarang.
Keagungan sejarah dan sentralitas masjid menara cahaya (Guangta) terlihat dari banyaknya nama yang dinisbatkan kepadanya. Di samping sebutan Masjid Menara Api atau Menara Cahaya, ada pula yang menyebutnya dengan Masjid Canton, Guangta Si, Hwai Sun Su, Huai-Sheng, Ying Tong, Huai-Shang, dan Huai-Shang Si. Ibrahim Tien Ying Ma, dalam bukunya Muslim in China menyebutkan, masjid itu juga bernama Kwang Tah Se yang berarti menara cemerlang dan di bangun oleh salah seorang Muslim Cina yang bernama Yusuf.
Bangunan Masjid Huaisheng menempati area seluas 3.000 meter persegi. Pintu gerbang masjid terletak di Jalan Guangta: tersusun dengan batu bata merah dan rangkaian kayu dengan atap berwarna hijau. Di bagian selatan, masjid menghadap ke Sungai Zhijuang. Menurut sejarah, pintu gerbang ini dibangun setelah pembangunan menara cahaya
Di atas pintu gerbang ini, terdapat inskripsi Cina kuno bertuliskan, "Agama yang membawa ajaran-ajaran agung datang dari kawasan barat.'' Segera setelah melalui pintu gerbang ini, pengunjung memasuki halaman berbentuk huruf U yang menghubungkan langsung dengan bangunan masjid.
Pada bangunan masjid itu, terpampang juga inskripsi Cina yang ditulis pada tahun 1350 yang berbunyi, ''Di bawah awan putih, di mana gunung berada, berdiri sebuah batu indah berbentuk pagoda yang berasal dari kawasan barat. Diterima oleh Kaisar Gaozu dari Dinasti Tang hingga sekarang.''
Beberapa bangunan yang terdapat dalam area masjid di antaranya adalah gedung pertemuan, teras tertutup, museum penyimpanan peninggalan-peninggalan Islam, paviliun, dan menara cahaya. Dengan segudang nilai sejarah yang dimilikinya, Masjid Huaisheng dikenal oleh penduduk di seantero Cina. Masjid ini merupakan salah satu dari empat masjid bersejarah dan ternama di negara itu. Tiga masjid lainnya adalah Masjid Yangzhou Crane, Masjid Quanzhou Kylin, dan Masjid Hangzhou Phoenix.
Pada tahun 1350, renovasi pertama kali dilakukan. Ketika itu, Cina berada dalam kekuasaan Dinasti Yuan dan kaisarnya bernama Zhizheng (1341-1368). Sekitar tiga ratus tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1695, perbaikan secara total dilakukan akibat kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh bangunan masjid. Peristiwa tersebut terjadi pada masa Kaisar Kangzi dari Dinasti Qing (1644-1911). Bangunan masjid yang kita saksikan sekarang ini adalah hasil dari renovasi pada tahun 1695 itu.
Keagungan sejarah Masjid Huaisheng terekam dalam sebuah manuskrip tua di Cina yang mengungkapkan bahwa Masjid Huaisheng dibangun pertama kali oleh Sa'ad bin Abi Waqqas pada tahun 651 M. Proses pembangunannya berlangsung pada masa Dinasti Tang atau pada periode awal kekuasaan Dinasti Song. Hal ini menguak kisah sejarah tentang keharmonisan dua masyarakat yang berbeda etnik, budaya, bahasa, dan agama, tetapi keduanya hidup berdampingan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Bagi komunias Muslim, keberadaan masjid merupakan simbol eksistensi umat, sekaligus tanda penerimaan masyarakat setempat secara utuh terhadap ajaran Islam. Saat ini, Majid Huaisheng bersama dengan simbol-simbol Islam lainnya, seperti 30.000 masjid di negeri Cina dan ribuan restoran Muslim, memperkuat kedudukan umat Islam sebagai bagian integral dari rakyat Cina. Masjid ini tidak hanya dikunjungi oleh umat Islam yang hendak beribadah, tetapi juga oleh umat dari agama lain yang hendak melihat nilai-nilai sejarah yang dikandungnya.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 04 Oktober 2009