Ahad 06 Sep 2020 21:22 WIB

Delapan Masjid untuk Melayani Muslim Italia

Di negara yang didominasi Katolik Roma itu, Islam tumbuh menjadi agama terbesar kedua

Rep: c14/ Red: Muhammad Fakhruddin
Delapan Masjid untuk Melayani Muslim Italia Foto: Masjid Agung Roma, Italia.
Foto: http://beautifulmosques.com
Delapan Masjid untuk Melayani Muslim Italia Foto: Masjid Agung Roma, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Foto bisa berbicara lebih banyak dari kata-kata. Rangkaian frame bahkan bisa berbicara lebih utuh dibanding sebuah laporan tebal. Seperti foto-foto Nicolo Degiorgis, seorang fotografer asal Italia. Bidikan kameranya dengan utuh menggambarkan perjuangan kaum Muslimin di Italia untuk menunaikan shalat.

Degiorgis menjelajah Treviso, Udine, Verona, Venice hingga Trento guna mengabadikan momen umat Islam menunaikan kewajibannya. Semuanya terhubung dalam satu benang merah yang sama. Umat Islam mesti harus mengubah sebuah garasi, memermak pasar ikan, memanfaatkan gudang kosong atau menggunakan tempat parkir untuk mendirikan shalat.

Bidikannya yang ia beri judul Hidden Islam meraih penghargaan the Paris Photo-Aperture Foundation pekan lalu. Dalam laporan singkatnya, Degiorgis mendeskripsikan sebuah ironi. “Hanya ada delapan masjid bagi 1,5 Muslim di Italia,” ungkapnya, seperti dilansir News Republic.

Delapan masjid di Italia merupakan masjid-masjid yang secara resmi diakui oleh pemerintah. Sementara, ratusan masjid lainnya dibangun secara swadaya oleh kaum Muslimin. Saat menunaikan shalat Jumat, mereka memanfaatkan bangunan-bangunan kosong di pasar untuk beribadah. Hampir empat tahun Degiorgis mengumpulkan karya-karyanya.

Terlihat jelas dalam bidikannya, enam saf shalat Jumat memenuhi tempat parkir swalayan di Provinsi Treviso. Sementara di Provinsi Udine, sebuah gudang berukuran 10x10 meter disulap menjadi masjid. Tidak ada kubah atau pengeras suara, seperti di masjid-masjid Indonesia. Yang nampak hanya pintu teralis layaknya gudang penyimpanan barang-barang. Namun, kondisi itu tak menyurutkan kaum Muslimin di Italia untuk beribadah.

Di negara yang didominasi Katolik Roma itu, Islam tumbuh menjadi agama terbesar kedua di Italia. Namun sayangnya, hingga kini Islam belum diakui sebagai agama resmi di negara piza itu. Akibatnya, tidak ada organisasi Muslim yang bisa menerima dana pemerintah dan leluasa mendirikan tempat ibadah.

Direktur Istituto Tevere Mustafa Cenap Aydin menyebut Islamophobia masih menjadi masalah di Italia. Terlebih mayoritas penganut Islam merupakan imigran. Pertumbuhan pesat Islam di Italia juga disebut Mustafa sebagai kekuatan baru yang diredam pemerintah. “Masyarakat Buddha di sini jumlahnya kecil, Anda bisa mengenalinya,” papar Musfata, "Tapi menyebut Muslim, kita sedang berbicara tentang 1,5 juta orang," imbuhnya.

Mustafa menyebut masalah integrasi dengan penduduk asli masih menjadi kendala. “95 Muslim bukan warga lokal,” paparnya.

Pengacara Muslim Italia Abdel Latif Chalikandi menyebut, Muslim di negaranya menghadapi identitas antara Islam dan Italia. “Jika Anda Muslim, Anda seolah dipaksa memilih, Islam atau Italia?”

Chalikandi menyebut sebenarnya tidak ada masalah bagi orang Islam untuk beribadah. Umat Islam di Italia bebas untuk menjalankan shalat atau berpuasa. Namun, beberapa masalah, seperti makanan halal dan pemakaman khusus orang Islam masih jadi persoalan.

Secara politik umat Islam masih mendapatkan diskriminasi. “Meski kini muncul tokoh-tokoh politik yang pro-Islam,” sebut Chalikandi. Ia mencontohkan, kalangan politikus konservatif selalu mendorong UU Imigran untuk menghentikan pertumbuhan kaum Muslimin.  “Melemahnya ekonomi negara diarahkan ke kesalahan imigran,” ujarnya.

Kesadaran berpolitik diambil Muslim di Italia dengan terjun ke pemilu. Beberapa politikus Islam Italia pernah mencoba peruntungan duduk di senat lewat beberapa partai pada Pemilu 2008. Di antaranya Souad Sbai yang direkrut partai milik mantan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi. Ada juga sosok Khalil Ali yang berjuang di Partai Sayap Kiri Italia. Namun, keduanya gagal menembus parlemen. 

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 23 Nopember 2014

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement