REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hamil dan menyusui merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kaum wanita. Tahapan hamil dan menyusui menjadi tahap awal penting dalam pembentukan manusia berkualitas di kemudian hari.
Di dalam masa hamil dan menyusui berbagai anjuran dan pantangan menyangkut makanan hingga tingkah laku tumbuh subur di tengah masyarakat baik yang didasarkan pada mitos semata maupun yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Selain kebiasaan turun-temurun di masyarakat, saat ini tumbuh menjamur berbagai suplemen untuk ibu hamil dan menyusui di pasaran.
Biasanya dokter kandungan atau bidan pun akan memberikan suplemen-suplemen yang dibutuhkan oleh sang ibu. Keinginan untuk memberikan yang terbaik baik si buah hati sering membuat seorang ibu lupa untuk tidak hanya mengetahui tujuan dan fungsi suatu jenis suplemen tetapi juga status kehalalannya. Berikut ini diuraikan beberapa jenis suplemen yang perlu dipertanyakan kehalalannya karena mengandung bahan yang berasal dari hewan.
Suplemen berbahan hewani
Selain vitamin, kalsium merupakan suplemen yang hampir pasti diberikan dokter atau bidan kepada ibu hamil karena kandungan kalsium yang dimiliki sang ibu banyak diserap oleh bayi. Kalsium yang diberikan umumnya berbentuk tablet yang dapat dibuat dari mineral bebatuan ataupun berasal dari tulang hewan. Kalsium yang bersumber dari tulang hewan dipercaya dapat diserap tubuh dengan lebih baik jika dibandingkan dengan yang berasal dari mineral bebatuan.
Contoh tablet kalsium yang berasal dari tulang hewan yang beredar di pasaran adalah Ossopan dan Ossoral yang diproduksi oleh Darya Varia dan Dexa Medica. Nama generik kedua produk ini adalah ossium/ossein hydroxyapatite yang mengandung kalsium, fosfat, protein kolagen dan non kolagen serta asam amino. Pada label kemasan tidak dicantumkan informasi bahwa produk ini berasal dari hewan, apalagi informasi tentang kehalalannya.
Jenis suplemen lain yang saat ini cukup gencar dipromosikan dapat memperbaiki perkembangan otak bayi adalah omega 3, DHA dan EPA. Ketiganya kaya dikandung di dalam minyak ikan laut seperti tuna dan cod. Produk-produk suplemen minyak ikan ini biasanya dikonsumsi oleh ibu hamil pada trimester pertama hingga masa menyusui selama 4 bulan dan selanjutnya diberikan langsung juga kepada bayi. Bagaimana kehalalannya?
Pada dasarnya produk ikan-ikanan termasuk minyaknya halal selama tidak menggunakan bahan tambahan atau penolong yang haram atau najis. Suplemen minyak ikan dapat ditemukan dalam bentuk sirup maupun dikemas dalam kapsul lunak. Contoh produk berbentuk kapsul lunak yang ada di pasaran adalah Pro Lacta produksi Pharos. Kehalalan produk sejenis ini perlu dipertanyakan karena kapsul lunak yang digunakan dibuat dari bahan baku gelatin yang berasal dari hewan. Sampai saat ini kapsul lunak produk lokal masih belum ada yang bersertifikat halal MUI.
Contoh suplemen lain yang perlu diwaspadai oleh ibu menyusui adalah suplemen pelancar ASI. Dua produk yang umum ditemukan di pasaran Indonesia adalah Laktafit produksi Dexa Medica dam Moloco B12 produksi Darya Varia. Produk sejenis ini perlu dicermati karena mengandung ekstrak plasenta, selain vitamin B12 dan kalsium hidroksi fosfat. Informasi ini dapat dibaca pada kemasan produk, akan tetapi sayangnya konsumen tidak dapat memperoleh informasi lebih lanjut tentang jenis hewan sumber plasenta, apalagi tentang kehalalannya. Penggunaan plasenta manusia sudah jelas diharamkan, akan tetapi pemanfaatan plasenta hewan masih diperdebatkan.
Menghadapi kondisi seperti ini ibu menyusui lebih aman menkonumsi bahan-bahan alami yang sudah dikenal masyarakat kita dapat meningkatkan produksi ASI seperti daun katuk, rebusan buah atau akar cabe jawa, kemangi, daun mangkokan atau bunga jombang.
Aturan pemerintah
Obat-obatan yang beredar di Indonesia telah diatur oleh Badan Pengawasa Obat dan Makanan (BPOM) di dalam Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.3.1950 tentang Kriterian dan Tata Laksana Registrasi Obat. Di dalam Lampiran 9 tentang Dokumen Mutu dan Teknologi poin Spesifikasi dan Metoda Pengujian Zat Tambahan, tercantum persyaratan bahwa zat tambahan yang bersumber dari manusia atau hewan (termasuk cangkang kapsul) harus disertai informasi/sertifikat yang relevan seperti : informasi sumber/asal bahan (nama hewan, spesies), informasi bebas HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, sertifikat bebas BSE/TSE dan sertifikat halal.
Akan tetapi informasi seperti ini tidak dapat diakses dengan mudah oleh konsumen. Bahkan sampai saat ini obat-obatan maupun suplemen seperti contoh-contoh di atas belum ada yang disertifikasi halal oleh MUI, sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal di Indonesia.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 22 Desember 2006