REPUBLIKA.CO.ID, Permukaan air sungai Nil di Sudan mulai turun setelah mencapai rekor tertinggi tahun ini dan menyebabkan banjir mematikan di seluruh negeri. Pernyataan ini dikatakan pihak kementerian air dan irigasi Sudan pada Ahad lalu (13/9).
Lazimnya hujan deras biasanya turun di Sudan dari bulan Juni hingga Oktober. Akibatnya, negara itu harus menghadapi banjir parah setiap tahun.
Namun, tahun ini para pejabat terkait mengatakan bila mereka telah mencatat air tertinggi di sungai Nil Biru - yang bergabung dengan Nil Putih di ibu kota Sudan, Khartoum. Bahkan ini diketahui merupakan permukaan tertinggi semenjak pencatatan permukaan Sungai Nil yang sudah dimulai lebih dari seabad lalu.
"Pada 7 September, air telah mencapai 17,67 meter (58 kaki). Namun, pada Ahad levelnya turun menjadi 17,36," kata kementerian itu. Mereka pun menambahkan bahwa penurunan itu telah terdaftar di beberapa stasiun kendali air sungai Nil yang ada di seluruh negeri.
Akibat banjir karena luapan air sungai nil kali ini, telah membuat puluhan ribu orang kehilangan rumahnya. Mereka kini hidup menunggu bantuan. Selain itu air banjir juga sudah mengancam keberadaan situs purbakala al-Bajrawiya, di kompleks piramida Meroe yang ada di negeri tersebut.
Pada hari Kamis, PBB mengatakan bahwa banjir telah mempengaruhi lebih dari setengah juta orang di Sudan, menghancurkan atau merusak puluhan ribu rumah dan meningkatkan risiko wabah penyakit yang terbawa air.
Menurut pertahanan sipil Sudan, sedikitnya 106 orang tewas dan 54 lainnya luka-luka. Bencana tersebut mendorong pemerintah Sudan untuk mengumumkan keadaan darurat selama tiga bulan.