REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Elfi Anis Saati resmi menjadi guru besar ke-17 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) setelah bertahu-tahun menekuni hasil pertanian potensial berpigmen untuk kebutuhan pangan. Prof Dr Elfi Anis Saati dikukuhkan sebagai guru besar bidang Teknologi Hasil Pertanian di area terbuka di sepanjang jembatan menuju Gedung Kuliah Bersama (GKB) I UMM dengan harapan sirkulasi udara lebih baik, Jumat (18/9).
Dalam orasi ilmiah pengukuhannya, Elfi mengambil judul "Pemberdayaan Hasil Pertanian Lokal Potensial Ber-Pigmen dan Peran Sadar Gizi Keluarga Mendukung Ketahanan Pangan Halal Thoyyiban”. Menurut Elfi, pentingnya ketahanan pangan dalam dalam ekonomi global dan nasional harus dipahami oleh berbagai kalangan, baik pemerintahan, organisasi internasional, pengelola sektor swasta, maupun lembaga kemasyarakatan.
"Hal ini dapat dimulai dari ketahanan pangan keluarga. Salah satu yang berpengaruh terhadap kualitas pangan adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP), seperti pewarna, pengawet, penyedap rasa, antigumpal, pemucat, dan pengental," tuturnya.
Penggunaan warna pada suatu produk pangan (makanan- minuman) misalnya, menjadi salah satu hal penting yang mempengaruhi kualitas produk. Selain lebih menarik, pewarna makanan dapat meningkatkan selera dan penerimaan konsumen.
Sayangnya, kebutuhan pewarna sintetis yang masih disuplai dari luar negeri/impor ini, penggunaannya kerap menimbulkan kekhawatiran, baik dari sisi takaran maupun cara penggunaan. Melihat hal tersebut, Elfi mengembangkan penelitian tentang sumberdaya hayati Indonesia yang tinggi kandungan zat gizi dan non-gizi yang menyehatkan. Mengusung semangat "Mari dukung produk unggul lokal", karya ini juga sebagai bentuk perhatian terhadap kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat.
"Konsumen semakin sadar agar kehidupan yang dijalani senantiasa sehat, bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga harus bergizi dan sehat. Mereka yang menyadari hal tersebut, juga lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi," kata Kepala Laboratorium Sentral dan Halal Center UMM ini.
Mengapa bunga? Elfi mengaku penelitiannya diilhami dari Al Quran surat An-Nahl ayat 68-69 yang menyampaikan bahwa minuman yang dikeluarkan dari perut lebah atau yang biasa kita sebut madu itu, berasal dari bermacam-macam warna yang akhir-akhir ini biasa kita sebut sebagai pigmen terbukti bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit.
Salah satu bunga yang memiliki pigmen tersebut adalah mawar merah (Rosa sp.). Pengaruh senyawa Antosianin yang dikandung Isolat dan pigmen pekat/konsentrat pigmen bunga mawar merah, dapat mencegah dan memperlambat terjadinya oksidasi lipid, mencegah berlanjutnya oksidasi senyawa baik dalam produk (zat gizi, enzim yang mudah teroksidasi).
Hasilnya, kata Elfi, proses kematian sel dan penurunan fungsi metabolisme hati dapat dihindari. “Upaya meningkatkan daya guna ekstrak pigmen antosianin dari mahkota bunga mawar sebagai pengawet alami, juga terus dilanjutkan terhadap sifat hambatnya di beberapa mikrobia pembusuk maupun patogen, seperti baketri Escherichia coli, Salmonella typhmurium, Pseudomonas sp," paparnya.
Hasilnya, konsentrat bunga mawar merah yang diujikan dengan bakteri uji Pseudomonas sp. mampu membunuh bakteri dengan sangat baik. Bahkan, telah dibuktikan, hasil ekstraksi tersebut dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan mikroba pada ikan.
Konsep ini, lanjutnya, menggambarkan sifat fungsional beragam pigmen (hayati lokal) tidak hanya sebagai zat pewarna, tetapi juga dapat difungsikan sebagai zat antioksidan alami. Karena itu, seyogyanya produksi bahan pewarna alami yang efektif untuk beberapa jenis pangan (makanan-minuman) dapat dijalankan.
"Harapannya, bumi pertiwi yang subur penuh sumber hayati ini dapat menghasilkan pigmen berkualitas dari beberapa organ kekayaan hayati lokal, khususnya sebagai pengganti pewarna berbahaya Rhodamin B, Methanyl yellow dan Amaranth," kata Elfi.