Selasa 29 Sep 2020 16:28 WIB

Dampak Pandemi Terhadap Pariwisata di 5 Negara Muslim   

Pandemi Covid-19 berdampak besar bagi pariwisata di negara Muslim.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Pandemi Covid-19 berdampak besar bagi pariwisata di negara Muslim. Masjid Hagia Sophia menjadi salah satu objek wisata Turki.
Foto:

photo
Sejumlah wisatawan mengunjungi kawasan Menara Kembar Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (29/7/2019). - (Antara/Septianda Perdana)

4. Malaysia

Malaysia mencatat 26,1 juta pengunjung pada 2019. Malaysia memiliki pasar domestik yang signifikan, dengan lebih dari 100 juta perjalanan, setara dengan tiga perjalanan domestik per kapita. (Secara global, dengan lima perjalanan domestik per kapita, Amerika Serikat memiliki rasio perjalanan turis terhadap populasi tertinggi.)

Untuk merangsang perjalanan domestik, Malaysia mengalokasikan voucher diskon perjalanan senilai  113 juta dolar dan keringanan pajak pribadi hingga 227 dolar untuk pengeluaran pariwisata domestik. 

Ruzwana Bashir, Pendiri dan Chief Executive Officer Peek, sebuah pasar aktivitas perjalanan, melihat dorongan besar terhadap pariwisata lokal.

"Pemesanan lokal meningkat dua kali lipat, orang-orang tinggal lebih dekat dengan rumah. Kegiatan seperti kayak, atau menyewa perahu, atau sepeda, telah meningkat hampir 400 persen," kata Bashir pada KTT Dampak Pembangunan Berkelanjutan 2020 yang diselenggarakan oleh Forum Ekonomi Dunia dari 21 hingga 24 September 2020.

5. Indonesia

Indonesia mencatat 16,1 juta pengunjung pada 2019. Indonesia adalah negara yang paling terpukul di antara kelompok negara-negara Islam utama ini.

Pariwisata domestiknya menderita karena negara ini terus berjuang untuk mengendalikan pandemi. Sementara ibukota Jakarta terpaksa melakukan lockdown kedua awal September ini.

Menurut biro statistik pusat, data terbaru menunjukkan perjalanan udara meningkat pada Juli ketika 1,46 juta orang terbang di dalam negeri, dibandingkan dengan hanya 87 ribu pada Mei 2020. 

Jumlah tersebut masih jauh di bawah 4 hingga 6 juta pada bulan-bulan awal tahun sebelum virus corona mencengkeram ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Secara keseluruhan,  meskipun upaya untuk meningkatkan pariwisata domestik dan internasional di negara-negara Islam utama ini patut dipuji, UNWTO memperkirakan kembalinya kedatangan turis 2019 untuk sektor global akan memakan waktu antara dua setengah hingga empat tahun.

Ketua Dewan Bandara Internasional (ACI World), Martin Eurnekian, mengatakan bagian yang paling mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa industri perjalanan, enam bulan setelah tragedi ini, tidak memiliki pendekatan yang jelas dan terkonsolidasi untuk keluar dari situasi saat ini. Pria asal Argentina ini berbicara tentang membangun kembali pariwisata di WEF's Sustainable Development Impact Summit 2020.

"Masih belum ada pendekatan umum di negara-negara dan kawasan dunia tentang apa yang dibutuhkan untuk memulai kembali industri ini," kata Eurnekian. 

Namun, dia setuju dengan World Travel & Tourism Council (WTTC) bahwa kemajuan teknologi akan mendukung pemulihan sektor tersebut. "Kami akan melihat percepatan adopsi teknologi biometrik sangat cepat," kata Eurnekian.

Mengadvokasi pengalaman end-to-end yang aman, terjamin, dan mulus, WTTC menyoroti contoh kasus, yaitu waktu naik pesawat berkapasitas 400 orang berkurang 66 persen dari 45 menit menjadi 15 menit, menggunakan teknologi biometrik.

Eurnekian, yang juga CEO Corporacion America Airports, perusahaan induk yang terdaftar di NYSE yang mengakuisisi, mengembangkan, dan mengoperasikan konsesi bandara, menjelaskan profil penumpang telah sedikit berubah.

"Kami menemukan bahwa sekitar 30 persen penumpang kami tidak senang dengan kami memberi tahu mereka bahwa kami sedang membersihkan semuanya dan mengubah protokol agar mereka aman. Mereka ingin bisa melakukannya sendiri. Mereka ingin memiliki bahan pembersih dan tisu serta barang-barang di bandara agar dapat menyeka permukaan di sekitar mereka," ujarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang masih ingin bepergian, tetapi jika pembatasan membuat perjalanan ke luar negeri terlalu rumit, orang mungkin akan menghabiskan liburan mereka secara lokal. Bagi negara-negara Islam yang mengandalkan mata uang asing yang dibawa oleh pengunjung internasional, seperti Indonesia dan Turki, hal ini dinilai bukanlah berita bagus.

Sumber: https://www.salaamgateway.com/story/today-is-world-tourism-day-how-are-islamic-countries-doing   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement