REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mesir, bagi umat Islam, seperti memiliki magnet tersendiri. Setelah Saudi Arabia -- yang menaungi dua kota suci, Makkah dan Madinah -- Mesir adalah salah satu negeri tujuan kaum Muslimin seusai atau sebelum melakukan ibadah umrah.
Mesir adalah negeri yang mempunyai ikatan sejarah yang sangat kuat dengan Islam. Banyak julukan yang diberikan kepada Mesir, salah satunya Ardhul Anbiya (negeri para Nabi) karena hampir semua nabi pernah singgah di Mesir. Mesir juga disebut Negeri 1.000 Menara sebab di negeri ini terdapat banyak sekali menara yang terutama bertengger di atas masjid.
Nabi Muhammad SAW menyebut Mesir sebagai Ardhul Kinanah, yang artinya ''negeri panah/busur/anak panah.'' Itu terkait dengan peran Mesir dalam menyelamatkan Islam. Dalam sejarah, Mesir selalu menjadi penyelamat Islam dan umat Islam dari waktu ke waktu. Ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan Tartar, Mesir-lah yang mengalahkan Tartar.
Shalahuddin Al Ayyubi, gubernur Mesir, merupakan pahlawan pembebas Islam, yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis dalam Perang Salib. Mesir merupakan negeri Islam terakhir yang bisa diduduki oleh tentara Mongol. Rasulullah SAW bersabda, ''Datanglah kamu ke Mesir. Kamu akan dapatkan tentara Muslim yang kuat.''
Mesir tidak hanya memahatkan keberanian dan kepahlawanan Islam. Negeri yang dialiri dan memperoleh sumber penghidupan dari Sungai Nil itu juga mencatat jejak-jejak sejarah peradaban Islam. Di Mesir, terdapat banyak sekali masjid bersejarah, yang merupakan bukti konkret perjalanan dan perkembangan Islam di negeri tersebut maupun Afrika dan dunia pada umumnya.
Lokasi masjid-masjid bersejarah itu berpusat di kota Kairo lama. Salah satunya adalah Masjid Amru bin Ash, yang merupakan masjid tertua di Afrika. Masjid tersebut dibangun pada abad ke-7 oleh Gubernur Mesir Amru bin Ash pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Masjid tersebut kini sudah beberapa kali direnovasi dan diperluas oleh Pemerintah Mesir. Namun, bangunan aslinya masih ada. ''Masjid Amru bin Ash ini meniru pola yang dilakukan oleh Rasulullah setiap kali membuka suatu daerah baru, yakni membangun masjid, baru membangun yang lainnya,'' kata Mukhlashon Jalaluddin, staf Kedubes RI di Kairo, Mesir, saat menemani wartawan Republika, {Irwan Kelana}, mengunjungi masjid-masjid bersejarah di Kairo, awal Juli 2005.
Masjid ini sangat ramai dikunjungi oleh jamaah, terutama pada bulan Ramadhan. Puncaknya adalah malam tanggal 27 Ramadhan. ''Puluhan ribu jamaah datang sejak siang hari. Kalau datang waktu Ashar, tidak akan kebagian tempat. Apalagi kalau imamnya adalah Muhamamd Jibril, imam paling terkenal di Mesir saat ini. Bacaan Alquran-nya sangat menggetarkan jiwa,'' tutur Presiden Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir, Suhartono.
Di kota Kairo lama juga terdapat masjid-masjid tua dan bersejarah lainnya yang menyimpan pesona tak kalah indahnya. Misalnya, Masjid Muhammad Ali yang dibangun selama 18 tahun, dan baru rampung tahun 1848 pada masa pemerintahan Raja Mesir, Muhammad Ali Pasya. Masjid tersebut berada di lokasi Benteng Shalahuddin (Citadel).
Masjid yang sangat besar dan indah ini merupakan salah satu tujuan favorit para turis, baik Muslim maupun non-Muslim. ''Salah satu keistimewaan masjid ini adalah bahwa dari masjid ini kita bisa memandang kota Kairo di bawah sana,'' kata Mukhlashon.
Masjid lainnya yang juga selalu dikunjungi wisatawan asing adalah Masjid Sultan Hasan (dibangun 1356) dan Masjid Rifai (dibangun 1869). Keduanya terletak berdampingan dan sangat megah.
Di Masjid Sultan Hasan terdapat empat bangsal yang berada di empat sudut. ''Bangsal tersebut pada masa lalu digunakan untuk tempat pengajian dan pengkajian empat madzhab, yakni Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Jadi, para ulama dan pengikut madzhab yang empat itu selalu saling menghormati dan bertoleransi,'' ungkap Suhartono.
''Masjid Sultan Hasan ini sampai sekarang masih tetap merupakan bangunan aslinya,'' kata imam masjid tersebut. Mesir adalah negeri yang sangat piawai menjual obyek-obyek pariwisata sejarah. Termasuk kunjungan ke masjid-masjid tua dan bersejarah. Kalangan non-Muslim pun boleh masuk ke dalam masjid dan mengambil foto. Mesir pun mencetak foto masjid-masjid bersejarah di atas kartu pos.
Sebagian masjid memungut uang tanda masuk kepada pengunjung non-Muslim. Sedangkan orang Islam bebas biaya.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 22 Juli 2005