REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Arab Saudi berencana mengurangi pengeluaran tahun depan sekitar 7,5 persen menjadi 990 miliar riyal atau 263,9 miliar dolar AS untuk mengurangi defisit. Dalam pernyataan anggaran awal, jumlah tersebut sebanding dengan pengeluaran 1,07 triliun riyal tahun ini.
Kerajaan mengantisipasi defisit anggaran sekitar 12 persen tahun ini turun menjadi 5,1 persen tahun depan. Pada Rabu (30/9) Arab Saudi merilis data yang menujukkan adanya kontraksi ekonomi sekitar tujuh persen pada kuartal kedua. Sebab, ekonomi regional menghadapi cobaan tiba-tiba dari pandemi Covid-19 dan berlanjutnya pelemahan harga minyak.
Tingkat pengangguran di Arab Saudi meningkat menjadi 15,4 persen di kuartal kedua dibandingkan dengan 11,8 persen di kuartal pertama tahun ini. Tantangan yang dihadapi ekonomi regional diperkirakan akan memacu aktivitas di seluruh pasar utang karena negara-negara menjual obligasi untuk membantu mendanai pengeluaran. Arab Saudi telah menerbitkan sekitar 84 miliar dolar AS sukuk pada tahun ini.
“Selama tiga tahun terakhir, pemerintah mengembangkan awal pasar sukuk domestik yang berfungsi dengan baik dan semakin dalam. Pengembangan ini memungkinkan untuk memanfaatkan permintaan domestik dan internasional yang meningkat untuk aset pendapatan tetap yang sesuai dengan syariah,” kata Lembaga Pemeringkat Moody’s dalam sebuah pernyataan, Rabu (2/10).
Hal tersebut telah membantu mendiversifikasi sumber pendanaannya dibandingkan yang tersedia selama guncangan harga minyak pada 2015 hingga 2016. Juga meredakan tekanan likuiditas di tengah kebutuhan pembiayaan pemerintah yang berlipat ganda tahun ini.
Sumber: https://www.arabnews.com/node/1742531/business-economy