REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri agama Lukman Hakim Saefuddin menyoroti pentingnya regulasi umroh saat pandemi. Ia menilai Kemenag harus segera menyiapkan regulasi penyelenggaraan umroh di masa pandemi yang nantinya menjadi dasar kebijakan.
Pria yang akrab disapa LHS ini mengenalkan formula 6-6-3 dalam mitigasi umroh di masa pandemi. Dia membagi dalam tiga kelompok, yakni pra penyelenggaraan (keberangkatan), saat penyelenggaraan, dan pascapenyelenggaan (kepulangan).
"Penyiapan regulasi adalah yang pertama harus dilakukan dari enam tahapan pra penyelenggaraan atau keberangkatan," kata LHS.
Hal kedua, yakni merumuskan konsep distribusi kuota. LHS menduga, Saudi akan menetapkan kuota dalam penyelenggaraan umroh di masa pandemi.
Ia menyebut setiap negara mendapat kuota yang harus didistribusi beradasarkan lokus (provinsi) dan tempus (waktu). Bisa jadi, akan disediakan jadwal penyelenggaraan umroh bulanan jika ada konsep kuota. Hal ini menurut LHS perlu dirumuskan.
"Ketiga, penerapan protokol kesehatan sejak dari rumah sampai tempat karantina. Karantina bisa memanfaatkan asrama haji," ujarnya.
Keempat, penerapan protokol saat jamaah mengikuti karantina. Termasuk dalam hal ini adalah protokol pelaksanaan swab dan bagaimana penanganannya jika ada jamaah terkonfirmasi positif.
Kelima, penerapan protokol di bandara tanah air. Sementara mitigasi keenam adalah penerapan protokol dalam pesawat. Kemenag juga harus memastikan penerbangan yang diambil jamaah merupakan penerbangan langsung tanpa transit.
Enam, skema lainnya diperlukan pada tahap penyelenggaraan umroh. Tahap ini diawali dengan penerapan protokol di Bandara Saudi baik Jeddah/ atau Madinah, dan berlaku tidak hanya bagi jamaah tapi juga petugas PPIU yang mendampingi jamaah.
Kedua, penerapan protokol perjalanan darat dari bandara Saudi ke hotel. Ketiga, penerapan protokol di hotel. Untuk hal ini, Indonesia bisa mengikuti ketentuan Saudi, namun dengan catatan protokol milik Indonesia juga harus mengatur hal-hal detail terkait aktivitas jamaah selama di hotel.
Keempat, penerapan protokol bagi jamaah saat berada di Masjidil Haram dan Nabawi. Kelima, penerapan protokol jelang kepulangan. "Jamaah harus dipastikan dalam kondisi negatif Covid-19. Bisa dengan melakukan swab tes sebelum naik pesawat dari Saudi," kata dia.
Terakhir, Kemenag harus menyiapkan penerapan protokol jika ada jamaah yang terkonfirmasi positif Covid di Saudi. Hal ini tentunya juga terkait kebijakan Saudi.
Untuk mitigasi pasca-umroh, LHS menggarisbawahi tiga hal, yaitu penerapan protokol di Bandara Saudi sebelum pulang, protokol di pesawat saat menuju tanah air, dan protokol di Bandara di Tanah Air. LHS mendorong rumusan regulasi ini bisa didiskusikan dengan stakeholders penyelenggaraan umroh. Dengan demikian, keputusan yang diambil nantinya bisa menjadi tanggung jawab bersama, baik PPIU maupun kementerian dan lembaga terkait.