IHRAM.CO.ID, RAMALLAH -- Dena Karmi, 41, wanita Palestina, yang menghabiskan 16 bulan di penjara Israel mengenang pelecehan seksual mengerikan terhadap dirinya.
Sekitar 4.300 warga Palestina, termasuk 41 wanita dan 160 anak di bawah umur, saat ini ditahan di penjara Israel, menurut data pemerintah Palestina.
Tubuhnya masih gemetar saat menceritakan sesi interogasi pada malam hari oleh petugas intelijen pria Israel.
Setiap saat, Karmi dipermalukan dan mendapati pelecehan seksual yang mendekati ekstrim di penjara Israel.
Seperti Karmi, banyak wanita Palestina lainnya melaporkan kasus pelecehan seksual. Mulai dari penelanjangan hingga upaya pemeriksaan tubuh yang ekstrim saat mereka masuk ke penjara Israel.
Kepada Anadolu Agency, Karmi mengaku pernah mengalami pelecehan seksual selama dua hari di Pusat Interogasi Ashqelon.
“Ketika saya menolak melepas pakaian, sipir penjara menyerang saya. Dia merobek celanaku dan melakukan penggeledahan yang memalukan,” kata dia menjelaskan momen pertamanya saat memasuki pusat penahanan.
Karmi ditangkap pada Juli 2018 dari rumahnya di Hebron - sebuah kota Palestina di Tepi Barat selatan, 30 km selatan Yerusalem - dan dijatuhi hukuman penjara 16 bulan.
Dia ditahan karena diduga berpartisipasi dalam kegiatan sosial terkait Hamas di kota Hebron bersama enam wanita lainnya.
"Pelecehan seksual verbal merupakan bagian dari kebijakan terorganisir untuk melakukan penghinaan dan penyiksaan terhadap semua tahanan Palestina terutama wanita dan anak-anak," kata Sahar Francis, direktur Addameer - kelompok pendukung hak asasi tahanan.
Francis mengatakan otoritas Israel menjadikan pelecehan seksual sebagai alat menekan para narapidana terutama saat interogasi.
Delapan hari setelah penahanannya di Penjara Shikma di Ashkelon, Karmi sangat stres dan kehilangan kesadaran beberapa kali.
Menurut dia, para interogator mengeksploitasi posisinya sebagai tahanan dan menggunakan bahasa yang diwarnai sindiran seksual.
Perilaku para interogator
Suaminya, Nashat Karmi, tewas pada 2010 oleh tentara Israel dalam serangan.
Para interogator berulang kali menuduhnya terlibat dalam hubungan seksual tidak sah karena mereka tahu Karni kini menjanda.
“Ini sangat memalukan dan mengerikan terutama ketika interogator berperilaku sewenang-wenang mencoba memprovokasi saya. Kadang saat diinterogasi di malam hari, interogator pria berusaha mendekat, bahkan memperlihatkan foto yang tidak pantas dalam balutan pakaian renang,” ujar dia.
Wanita Palestina itu mengatakan saat tangannya diborgol ke belakang, interogator biasanya mendekat untuk bernapas di wajahnya.
Dia bahkan menuduhnya melakukan hubungan seksual dengan petugas intelijen lainnya, yang telah menginterogasinya sebelumnya.
Karmi bercerita petugas Israel memakai kata-kata menyakitkan saat sesi interogasi, terutama pada malam hari.
Sebab petugas berusaha menganiaya dan menggunakan bahasa kotor dan menghina.
“Dia [interogator] mengancam akan menyiksa secara seksual. Kemudian dia membawa saya bersama para sipir ke sel baru,” ujar dia.
Mereka, kata Karmi, menghabiskan berjam-jam di dekat pintu sambil tertawa yang membuatnya takut.
“Saya yakin dia akan masuk sel kapan saja dan melakukan pelecehan seksual terhadap saya,” tutur dia.
Tahanan Palestina lainnya berusia 30-an mengatakan kepada Anadolu Agency telah menjadi sasaran pelecehan seksual di kendaraan pemindahan penjara Israel yang dikenal sebagai bosta, antara Ramallah dan Yerusalem.
“Salah satu narapidana kriminal Yahudi yang duduk di seberang saya di bosta, mulai menghardik saya secara seksual,” ucap dia.
Dia pun terkejut dan mengetuk jeruji besi untuk meminta bantuan.
“Tapi tidak ada yang menanggapi permohonan saya. Narapidana Yahudi melepas celananya dan melakukan gerakan seksual buruk yang tidak bisa saya gambarkan,” kata dia seraya memohon untuk tidak menulis namanya.
Dia mengatakan tidak ada petugas dari unit Nahshon - yang bertanggung jawab untuk memindahkan para tahanan - membantunya atau mencegah penjahat Yahudi itu melecehkannya.
Dia mengatakan tahanan kriminal terus mengganggunya selama lebih dari dua jam.
"Saya menangis, berdoa, dan meminta Tuhan untuk membantu saya," tambah dia.
Wanita menghindari pembicaraan pelecehan seks
Tasneem Jubran, seorang psikoterapis dan perawat kesehatan mental, mengatakan sebagian besar tahanan Palestina menghindari pembicaraan soal pelecehan dirinya karena takut akan stigma, mengingat budaya lokal memposisikan seks sebagai aib.
“Pelecehan seksual dianggap sebagai trauma yang berujung pada kehancuran fisik dan psikis jangka panjang dalam hubungan korban dengan dirinya dan lingkungan sekitarnya. Hal itu berdampak pada kesehatan seksual korban jika tidak menjalani psikoterapi setelah pembebasan,” tambah Jubran.
Aktivis Addmeer Francis mengatakan sistem peradilan Israel tidak pernah menanggapi secara serius keluhan terkait pelecehan seksual.
“Kami telah mendokumentasikan dan mengajukan banyak keluhan ke pengadilan Israel dan PBB. Tapi hingga saat ini belum ada respons yang efektif,” ujar dia.
Pengaduan menumpuk
Pada 2015, Addameer mengadukan pelecehan beberapa polisi wanita terhadap tahanan Palestina sehingga membuat mereka digeledah.
“Polisi menyelidiki mereka tetapi tidak ada dakwaan yang diajukan. Ini adalah satu-satunya kasus di mana polisi menanggapi sebagian,” tambah Francis.
Namun dalam banyak kasus, pihak berwenang tidak pernah merespons kasus pelecehan.
“Ada kegagalan untuk menciptakan keadilan bagi korban pelecehan secara lokal dan global. Lembaga kemanusiaan internasional harus mengambil peran untuk mendesak pertanggungjawaban mereka dan menyeretnya ke pengadilan,” kata Fransic, yang juga seorang pengacara dan telah mendokumentasikan puluhan pengaduan selama 10 tahun terakhir.