Senin 12 Oct 2020 08:57 WIB

MUI: Omnibus Law Klaster JPH Bisa Buat Umat Bingung

Umat bisa ragu, fatwa halal haram diputuskan oleh ulama (MUI) atau BPJPH.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Makanan Halal
Foto: MGROL100
Ilustrasi Makanan Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai UU Omnibus Law klaster Jaminan Prodak Halal membuat bingung umat dengan adanya ketentuan Badan Penyelenggara Jaminan Prodak Halal (BPJPH) dapat menerbitkan fatwa halal, apabila MUI lambat mengeluarkan fatwa halal. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 35A ayat 2 UU Omnibus Law klaster Jaminan Prodak Halal.

"Ini menimbulkan ketidakpastian. Nanti orang jadi ragu ini diputuskan oleh ulama (MUI) atau BPJPH," kata Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI Nadra Hosen saat dihubungi Ahad (11/10).

Nadra mengatakan, MUI tidak bertanggung jawab ketika ada masalah mengenai hasil halal dan haram yang dibuat BPJPH. Karena itu, penentuan halal haram pada sebuah prodak lebih aman dilakukan oleh ulama melalui LPPOM MUI.

"Bagaimana jika terjadi kalau yang dibuat BPJPH itu dinyatakan halal ternyata haram.  Siapa yang mau tanggung jawab dituntut oleh umat," ujarnya.

 

Menurut dia, proses penentuan halal haram tidak boleh asal-asalan. Perlu ada pihak-pihak yang memiliki kompentensi khusus untuk menentukan suatu prodak yang dikonsumi masyarakat terutama umat Islam jelas statusnya.

"Ini masalah hukum agama jangan dipermainkan. Kalau BPJPH sanggup merasa ulama ya silakan," katanya.

Nadra menjelaskan, halal atau haram itu hukum. Hanya ulama yang memiliki otiritas mengeluarkan fatwa halal

"Pada dasarnya hukum itu hak Allah, tapi karena ini masalah-masalah yang baru tidak disebut jelas maka ulama penerus dari para nabi yang bisa memberikan fatwa kehalalan," katanya.

Sementara itu Indonesia Halal Watch (IHW) menilai Pasal Pasal 35A ayat 2 UU Omnibus Cilaka klaster Jaminan Produk Halal menyepelekan peran ulama. Pasal tersebut menegaskan yang apabila MUI tidak dapat memenui batas waktu telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, maka  BPJPH dapat menerbitkan sertifikat halal.

"Ini dapat dikatakan kekuasaan negara mengkooptasi kewenangan ulama," kata Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah saat diminta pandangannya terkait UU Omnibus Law, Jumat (9/10).

Menurutnya, sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah perundangan-undangan di Indonesia, bahkan di masa penjajahan Belanda tidak mau masuk ke wilayah yang sangat sensitif yang menjadi peran ulama. Namun, dengan adanya UU Omnibus Jaminan Halal, perang ulama disepelekan oleh kekuasaan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement