REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jamaah haji selain menjalankan ibadah haji juga menyembelih hewan untuk membayar dam. Maka dari itu pada musim haji, daging dam di tanah haram begitu melimpah dan kebutuhan penduduk miskin di tanah Arab sudah terpenuhi semuanya.
Dari sinilah kemudian lahir pertanyaan Apakah boleh mendistribusikan daging dan keluar Tanah haram? Syamsudin al-Ramli, dalam kitabnya Nihayah al Muntaj Ila Syarh al-Minhaj mengatakan, wajib didistribusikan daging hadyu atau dam, kulit dan semua organ tubuh lainnya seperti rambut dan selainnya kepada orang-orang miskin di tanah haram, fuqara-nya yang menetap di situ, dan orang-orang asing.
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) KH Mahbub Maafi dalam bukunya. "Tanya Jawab Fiqih Sehari-hari" mengatakan, penyebutan dalam kitab Al Minhaj hanya terbatas pada dagingnya karena pada dasarnya daging merupakan sesuatu dimaksud darinya.
"Maka dapat dipahami bahwa hal tersebut merupakan perumpamaan yang tidak dibatasi," katanya.
Munurutnya dari sini dapat dipahami bahwa daging dam tidak boleh didistribusikan ke luar tanah haram. Lalu, bagaimana jika tidak ada orang miskin di tanah haram "Menurut Qasli Husein, seandainya di tanah haram tidak dijumpai orang miskin tetap tidak diperbolehkan mendistribusikan dan di luar tanah haram. Sebab, menurutnya daging dam itu wajib didistribusikan kepada orang-orang miskin tanah haram.
Hal ini kata KH Mahbu, seperti hukum yang bernazar mengeluarkan sedekah kepada orang-orang miskin di sebuah daerah tertentu tetapi tidak menjumpainya. Maka ia harus menunggu sampai mendapati mereka dan tidak boleh memindahkan sedekahnya ke daerah lain.
Namun ada pandangan lain dari kalangan mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa diperbolehkan mendistribusikan daging dam keluar tanah haram. Meskipun demikian, mendistribusikan kepada orang-orang miskin tanah haram tetap lebih utama, kecuali orang-orang miski luar tanah haram lebih membutuhkan.
Salah satu argumen yang diajukan untuk mendukung pandangan ini adalah bahwa bersedekah adalah cara mendekatkan diri kepada Allah yang dapat dirasionalkan (qurbatun ma'qulatun). Dan bersedekah kepada setiap orang fakir miskin adalah bentuk dari pendekatan diri kepada Allah.
Abdul Ghani Al-Ghanimi ad-Dimasyqi al-Maidani, al-Lubab fi Syarh al-Kitab mengatakan. "Boleh menjadikan daging hadyu atau dam kepada orang-orang miskin tanah haram dan luar tanah haram, tetapi lebih utama kepada para fakir miskin tanah haram kecuali orang fakir di luar mereka lebih membutuhkan. Sebab bersedekah adalah ibadah yang dapat dinalar sedangkan bersedekah kepada setiap orang fakir miskin adalah merupakan ibadah."
Menurut KH Mahfud dari penjelasan di atas, setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada dua pendapat mengenai distribusi daging hadyu atau dam keluar Tanah haram. Pertama, menyatakan tidak boleh, kedua menyatakan boleh meskipun mendistribusikan kepada orang-orang miskin dan haram lebih utama.
"Namun hal ini berlaku sepanjang orang fakir di luar tanah haram tidak begitu membutuhkannya. Hemat kami pandangan kedua bisa dijadikan pegangan jika memang situasi dan kondisinya menghendaki demikian," katanya.