REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Saeed Mohamed merupakan seorang pengungsi Somalia yang sukses jadi bankir di tanah pengungsiannya Afrika Selatan. 19 tahun kemudian sejak ia melarikan diri dari negaranya tahun 1991 ke Afrika, ia membantu warga setempat yang terdampak Covid-19.
Kesuksesan mengelola uang nasabah tak membuat ia lupa terhadap kebaikan terutama kepada warga setempat yang ketika ia berusia 17 tahun saat pengungsi menerimanya dengan baik. Kini, dengan ramah ia mendatangi warga pribumi memberikan bantuan.
"Ketika kita kehilangan harapan, kita kehilangan arah dan kami datang ke sini, orang Afrika Selatan memberi kami rumah. Sekarang saya bertanya pada diri sendiri apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?" katanya membagi pengalaman saat awal mengungsi, seperti dikutip media UNHCR.
Saeed melarikan diri dari perang sipil Somalia sebagai anak berusia 17 tahun pada tahun 1991. Bertahun-tahun setelah itu, dia telah membangun karier dan sukses sebagai seorang bankir dan sekarang menganggap dirinya sebagai bagian dari komunitas pengusaha somalia yang menemukan perlindungan di Afrika Selatan.
"Coronavirus menawarkan kesempatan saya untuk membalas kebaikan (warga setempat di Afrika Selatan)," katanya.
Komunitas ini berkampanye untuk mebantu warga Afrika Selatan yang terdampak Cocid-19, sejak wilayah itu melakukan menajemen disaster (lockdown) pada akhir Maret. Selama itu ia membantu orang-orang yang berjuang di bawah kondisi ketat tinggal di rumah.
Saeed dan komunitasnya telah membagikan masker, pembersih tangan dan kotak makanan kepada penduduk permukiman informal di Pretoria dan Johannesburg, dan beberapa tempat di Afrika Selatan.
Saeed merupakan penggagas dari kebaikan ini. Di Afrika Selatan ini Saeed memiliki banyak kenangan akan pelariannya dari Somalia dan kebaikan yang ia alami ketika tiba di Afrika Selatan.
"Dulu warga di sini memberi kami makanan dan tempat untuk tidur. Aku ingat ini sangat jelas," katanya mengenang kebaikan warga setempat.
Yang membuat hati Saeed tergerak untuk cepat membantu selain karena kebaikan warga setempat, karena melihat seorang anak yang bekerja keras untuk bertahan hidup. Selama pendemi itu anak-anak itu menggantungkan dirinya pada upah harian dari usaha kecil yang terpaksa tutup karena lockdown.
Saeed pergi ke sebuah toko setempat dan mengisi troli dengan makanan untuk keluarga sang anak, dengan harapan dapat meringankan perjuangan mereka untuk sementara waktu. Tapi dia tahu apa yang lebih dibutuhkan warga setempat.
Maka dari itu, dia mengadakan pertemuan dengan sesama komunitas bisnis dan dari situlah kampanye saling membantu lahir.
Afrika Selatan melakukan lockdown seperti negara-negara lainnya di seluruh dunia yang telah membuat kehidupan sangat sulit, terutama bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan informal. Terlepas dari statusnya sebagai salah satu negara Afrika yang makmur, sekitar 30 persen orang Afrika selatan kehilangan pekerjaan rutin.
Kondisi ini tidak lama membuat para penduduk kota dan kota kumuh di negeri itu mulai bergumul. Para pengungsi dan pencari suaka membutuhkan bantuan untuk membeli makanan dan membayar sewa membanjiri saluran bantuan bebas pajak dari UNHCR, badan pengungsi PBB, dalam minggu pertama penguncian ini.
Pada akhir bulan Mei, lebih dari 3.000 orang telah menghubungi dan lebih dari 95 persen dari mereka telah kehilangan sumber pendapatan mereka dan menghadapi kelaparan atau pengusiran.
Pemerintah memberikan bantuan kepada ribuan orang dan perusahaan tetapi kelompok termasuk pencari suaka, pengungsi yang tidak cukup terdaftar, migran yang tidak teratur dan tunawisma tidak termasuk.
Kampanye Saeed menargetkan kelompok-kelompok ini dan telah membantu ribuan keluarga di delapan provinsi di afrika selatan.