IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Maruf Amin memastikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) punya peran penting dalam pengadaan vaksin Covid-19. MUI, ujarnya, akan ikut memantau proses riset hingga produksi vaksin Covid-19, sekaligus menentukan halal tidaknya.
"Apabila itu halal, itu kan memang tidak menjadi masalah. Tetapi harus ada sertifikatnya. Oleh lembaga yang memiliki otoritas, dalam hal ini MUI," ujar Maruf dalam dialog bersama Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro, Jumat (16/10).
Sebaliknya, apabila MUI pada akhirnya menemukan ada kandungan vaksin Covid-19 yang nonhalal, maka pertimbangan kedaruratan akan dipakai. Menurutnya, prinsip kedaruratan ini bisa dijadikan dasar bila diyakini tanpa penggunaan vaksin akan menimbulkan kebahayaan atau penyakit yang berkepanjangan.
"Seperti waktu meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau tidak ada, tidak digunakan vaksin itu akan menimbulkan kebahayaan, akan menimbulkan penyakit atau juga penyakit yang berkepanjangan, maka bisa digunakan. Walaupun tidak halal, (tapi) secara darurat," ujar Maruf.
Namun, imbuh Maruf, baik kandungan 100 persen halal atau tidak, vaksin Covid-19 tetap harus mendapat sertifikat dari MUI. Maksudnya, apabila ditemukan kandungan nonhalal, maka MUI masih bisa menerbitkan fatwa untuk membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 dengan mempertimbangkan kedaruratannya.
"Tapi dengan penetapan oleh lembaga, bahwa iya ini boleh menggunakan karena keadaannya darurat. Harus ada ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI," ujar Maruf.
Pemerintah memang terus mengupayakan pengadaan vaksin Covid-19 bisa lebih cepat. Targetnya, vaksin impor bisa tiba paling cepat November mendatang. Sementara vaksin yang sepenuhnya dibuat di dalam negeri, baru akan masuk tahap uji klinis mulai awal 2021 mendatang.