IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Pada suatu kesempatan Thawus bin Kaisan rah, menceritakan suatu peristiwa hajinya. Thawus menceritakan ketika masih berada di Makkah untuk menaikkan Haji, dia dipanggil Hajjaj bin Yusuf.
"Dia menyambutku dengan ramah dan dipersilahkan duduk di sisinya," kata Thawus seperti dikisahkan dalam buku 198 Kisah Haji Wali-wali Allah Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny.
Kemudian dia beritanya tentang manasik haji yang belum diketahuinya, juga tentang berbagai persoalan lainnya. tidak lama berselang, setelah kami berbincang-bincang, Hajjaj mendengar suara seorang bertalbiyah di samping Baitullah dengan suara yang keras dan memiliki gema menggetarkan hati.
Hajjaj berkata, "bawalah orang itu kemari!"
Orang itu pun dibawa masuk dan langsung ditanya "Dari golongan manakah engkau?"
"Aku adalah seorang di antara kaum Muslimin."
"Bukan itu yang ku tanyakan. Aku bertanya dari negeri manakah asalmu?
"Aku dari penduduk Yaman."
"Bagaimana keadaan Gubernur ku di sana (yakni saudara Hajjaj)?"
Dia menjawab. "Waktu aku pergi dia dalam keadaan gemuk, kuat dan segar bugar."
"Bukan itu yang aku maksud"
"Lalu dalam hal apa?"
"Bagaimana kah perlakuannya terhadap kalian?"
"Waktu aku pergi, dia adalah seorang yang zalim dan jahat taat kepada makhluk dan membangkang terhadap khalik".
Wajah Hajjaj merah padam karena malu mendengar perkataan orang tersebut. Lalu dia berkata. "Bagaimana engkau bisa mengatakan demikian, sedangkan kau tahu kedudukannya di sisi ku?"
"Apakah engkau mengira kedudukannya di sisimu lebih mulia daripada kedudukanku di sisi Allah?" Sedangkan aku bertemu di rumah-Nya sebagai haji, aku beriman kepadanya, dan aku melaksanakan agamanya.
Mendengar perkataan itu, Hajjaj bin Yusuf bungkam tidak mampu berbicara apa-apa. Thaus bin Kaisan Rah melanjutkan ceritanya: Kemudian orang itu beranjak pergi tanpa minta izin. Aku bangun sambil bergumam dia ada orang yang salah ketika aku mengikutinya sebelum dia lenyap di tengah kerumunan orang banyak.
Aku mendapatkan yang berada di kain Ka'bah dan menempelkan pipinya dindingnya seraya berdoa. "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dan sisi-Mu lah aku menyandarkan diri. Ya Allah berilah aku ketetapan hati atas kemurahan-Mu dan kerelaan atas jaminan-Mu yang lebih luas dari sikap sikap kikir. Berilah aku kekayaan dari apa yang berada di tangan orang orang kikir yang suka mengutamakan dirinya. Ya Allah aku meminta jalan keluar dari segala kesulitan dengan kebijaksanaan-Mu yang sejak dulu, yang langgeng kebaikan-Mu ya robbal alamin."
Sayang, kata Thaus akhirnya dia terbawa arus manusia dan lenyap dari pandangannya. Thawus merasa yakin tidak punya harapan lagi bertemu dengannya. Namun senja pada hari waktu wukuf di Arafah, ia melihatnya kembali tengah berbaur bersama orang-orang.
"Aku mendekatinya dan mendengar dia tengah berdoa."
"Ya Allah jika engkau tidak menerima hajiku dengan segala jerih payah dan kelelahanku, jangan pula engkau haramkan aku dari pahala musibah ku dengan melancarkan diriku."
"Setelah itu ia, kembali dia menghilang di antara kerumunan orang-orang dan kegelapan telah menghalangi pandanganku terhadapnya."
"Setelah aku berputus asa untuk menemukannya kembali aku mendoakannya."
"Ya Allah terimalah dan kabulkanlah doanya dan juga doaku, penuhilah harapannya dan harapanku, kokohkanlah langkahnya dan langkahku pada hari ketika banyak kaki akan tergelincir. Satukanlah kami di Telaga Kautsar ya Akromal, Akromil."