IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Dibukanya umroh di masa pandemi virus corona jenis baru 2019 (Covid-19) mewajibkan komponen biaya normal tak bisa lagi diterapkan. Biaya umroh pun meningkat, mulai dari akomodasi hotel, transportasi, hingga biaya tes kesehatan yang cukup menguras kantong. Lantas benarkah umroh di masa pandemi hanya bisa diraih oleh kalangan menengah atas?
Anggota Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh), Nana Sujana, mengakui bahwa kenaikan biaya umroh di masa pandemi memang tak dapat dielakkan. Meningkatnya biaya itu disebabkan adanya kenaikan komponen umroh seperti kenaikan pajak, hotel, transportasi, hingga biaya kesehatan.
“Mungkin untuk sementara waktu, yang bisa umroh itu ya memang mereka yang bisa menjangkau harganya. Untuk sekarang mungkin seperti ini dulu,” kata Nana saat dihubungi Republika, Sabtu (31/10).
Dia menjelaskan, komponen biaya umroh terjadi akibat sejumlah faktor. Misalnya, dia mencontohkan, pajak yang dikenakan oleh Arab Saudi yang semula hanya lima persen meningkat menjadi 20 persen. Bahkan berdasarkan informasi yang belum dapat dipastikan keabsahan yang diterimanya, akan ada kenaikan susulan dari pajak hingga 30 persen oleh Arab Saudi.
Selain itu, komponen harga juga meningkat di hotel yang sebelumnya diperbolehkan satu kamar empat orang, hanya diperbolehkan dua orang. Sedangkan bus yang okupansi awalnya 40 orang hanya diperbolehkan diisi oleh 20 orang penumpang.
“Kalau pesawat, 70 persen saja yang boleh diisi. Itu pun harus menjalankan social distancing meski pesawatnya sudah di-treatment anti-Covid-19,” ungkapnya.
Untuk itu dia menjabarkan bahwa harga umroh yang paling memungkinkan saat ini berkisar Rp 35 juta per orang dari harga sebelumnya berkisar Rp 25 juta. Dia pun berharap bahwa ke depannya umroh dapat diakses oleh semua kalangan tanpa menanggalkan persyaratan-persyaratan yang diterapkan para regulator.