IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Firman M. Nur mengatakan, terdapat beberapa perbedaan prosedur dalam pelayanan umrah di masa pandemi Covid-19. Perubahan tersebut termasuk penambahan sejumlah prosedur hingga adanya kenaikan biaya umrah hingga 30 persen.
Dia juga mengatakan, kenaikan biaya tersebut, kata Firman disebabkan tambahan biaya transit karena adanya peraturan karantina selama tiga hari, serta kouta kamar yang hanya boleh dihuni maksimal dua orang, ditambah ketersediaan hotel yang masih sangat terbatas.
"Hotel yang baru tersedia saat ini hanya hotel bintang empat dan lima saja sehingga butuh biaya yang lebih tinggi. Kenaikannya diperkirakan bisa mencapai 30 persen, atau sekitar lima hingga tujuh juta dari harga normal," kata Firman.
Dia menegaskan, bahwa peraturan dan penambahan prosedur ini dilakukan untuk menyesuaikan kerentanan di masa pandemi. Dia juga mengatakan, bahwa jamaah yang diprioritaskan adalah mereka yang sebelumnya tertunda keberangkatannya.
"Kami memprioritaskan jamaah-jamaah yang tertunda keberangkatannya. Jika memang memenuhi seluruh persyaratan maka akan bisa langsung diberangkatkan, itu juga setelah penyesuaian harga paket," ujarnya menambahkan.
"Tapi insya aAllah ini sudah maksimal, dan kami pastikan tidak akan ada penambahan biaya lagi ke depannya," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji (SAPUHI), Syam Resfiadi mengatakan, kenaikan harga umrah dapat meroket hingga 40 persen. "Kalau memang dibuka dengan prosedur new normal yang ketat ya tentunya kemungkinan bisa berjalan umrah, hanya menjadi biaya tinggi sehingga harga paket tentu naik. (Naiknya) ya sekitar 25-40 persen dari harga normal. Jadi kalau harga normalnya Rp 20 juta ya bisa Rp 27 jutaan," kata Syam.
Syam menjelaskan, jika umrah diselenggarakan saat new normal akan ada berbagai aturan yang harus dibatasi kapasitasnya mulai dari bus hingga kamar hotel. Sehingga, dibutuhkan biaya tambahan.