IHRAM.CO.ID, PRANCIS -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Yves Le Drian mengatakan pernyataan-pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tentang "kekerasan" dan "kebencian" tidak dapat diterima.
"Sekarang ada pernyataan kekerasan, bahkan kebencian, yang secara teratur diposting oleh Presiden Erdogan dan tidak dapat diterima," kata Jean-Yves Le Drian dilansir dari Alarabiya, Kamis (5/11).
Prancis saat ini sedang mendorong tanggapan Uni Eropa yang kuat terhadap Turki, termasuk potensi sanksi atas provokasi oleh Erdogan. Prancis disebut sedang mendesak mitra Eropa-nya untuk mengambil tindakan terhadap Ankara.
Seperti diketahui, Erdogan mengecam Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam beberapa pekan terakhir. Respon ini menyusul tanggapan Macron terhadap pemenggalan kepala seorang guru di Prancis oleh seorang ekstremis atas penggunaan kartun Nabi Muhammad.
Macron mengatakan bahwa Prancis tidak akan melepaskan karikatur dan gurunya dibunuh karena Islamis menginginkan masa depan Prancis. Ia lantas bersumpah bahwa orang Islam tidak akan pernah memilikinya.
Pekan lalu, Erdogan menanggapi dalam pidato provokatif yang menuduh Macron memiliki "agenda anti-Islam" dan masalah mental. Prancis menarik duta besarnya dari Ankara atas komentar tersebut.
Presiden Turki juga kemudian mendesak orang Turki untuk tidak pernah membeli merek Prancis dan mengatakan bahwa Muslim di Eropa diperlakukan seperti orang Yahudi sebelum Perang Dunia II.
Para pemimpin Eropa termasuk perdana menteri Italia mengutuk pernyataan Erdogan sebagai tindakan tidak dapat diterima.
Gejolak terbaru antara Erdogan dan Macron hanyalah satu insiden dari serangkaian bentrokan bilateral atas berbagai masalah termasuk konflik di Libya, konflik di Nagorno-Karabakh, dan kontrol maritim di Mediterania timur.
Prancis dan Turki adalah anggota aliansi militer internasional beranggotakan 29 orang, North Atlantic Treaty Organization (NATO), yang didirikan untuk menyeimbangkan kemampuan militer Uni Soviet pada saat organisasi tersebut didirikan pada tahun 1949.