Sabtu 07 Nov 2020 18:47 WIB

Muslim Inggris Protes Ketika Shalat Berjamaah Dilarang

Muslim Inggris menyatakan tidak tepat adanya pelarangan shalat berjamaah di masjid.

Umat Muslim menjalankan ibadah di salah satu masjid di London, Inggris.
Foto: EPA
Umat Muslim menjalankan ibadah di salah satu masjid di London, Inggris.

IHRAM.CO.ID, LANCASHIRE -- Muslim Inggris protes ketika Perdana Menteri Inggris mengeluarkan kebijakan melarang shalat berjamaah terkait pencegahan pandemi Covid-19. Mereka mengatakan larangan itu berlebihan karena selama ini Muslim Inggris selalu mentatai ketentuan protokol kesehatan ketika melakukan shalat berjamaah.

Sikap tersebut dinyatakan Dewan cendekiawan Muslim, Wifaq ul Ulama, dan Dewan Masjid Lancashire. Lembaga ini meminta pemerintah untuk mengizinkan kembali perhelatan sholat berjamaah di masjid-masjid Inggris.

Para pemimpin Muslim tersebut juga mengatakan aturan yang hanya mengizinkan sholat secara individu di masjid bertentangan dengan fungsi masjid sebagai tempat beribadah bersama (jamaah).

Tak hanya itu, mereka pun menegaskan bila sikap protes itu didukung oleh lebih dari 35 organisasi nasional yang mewakili lebih dari 500 masjid. Dan ini setara dengan sekitar satu juta pemeluk agama Islam. Surat ini dibuat merespons peraturan pemerintah menyatakan bahwa semua tempat ibadah di Inggris, termasuk masjid, harus ditutup untuk sholat berjamaah, sejalan dengan penerapan penguncian (lockdown), mulai hari ini, Jumat (6/11).

Dalam panduan pemerintah dinyatakan bahwa tempat ibadah harus ditutup kecuali jika digunakan untuk pemakaman, untuk menyiarkan tindakan ibadah, untuk doa individu, untuk penitipan anak formal atau di mana bagian dari sekolah, atau untuk layanan sukarela dan publik yang penting, seperti donor darah atau bank makanan. Sedangkan peraturan bagi sekolah tambahan (madrasah) masih belum jelas.

Dalam surat resmi Pemerintah Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson menuliskan, untuk menekan lonjakan infeksi Covid-19, semua organisasi keagamaan dan tempat beribadah di seluruh Inggris untuk menghentikan kegiatan yang melibatkan banyak orang.

"Kami percaya bahwa kelangsungan tempat ibadah dengan semua tindakan pencegahan yang diperlukan sangat penting untuk kesejahteraan semua komunitas. Oleh karena itu, permintaan kami agar tempat-tempat ibadah diizinkan untuk terus beroperasi dengan tunduk pada jarak sosial dan pengamanan lain yang diperlukan, yang sudah ada," tulisnya.

"Harapan dan doa tulus kami semoga Tuhan Yang Maha Esa menghilangkan pandemi ini dari kami dan pemerintah berhasil mengendalikan angka penularan pandemi juga, sehingga kami dapat kembali normal," sambungnya.

Sebelumnya diketahui,  Tingkat kematian Covid-19 di Inggris dan Wales mayoritasnya diidentifikasi sebagai Muslim, Yahudi, dan Hindu daripada orang Kristen atau mereka yang tidak beragama. Hal ini sebagaimana dirilis oleh kantor statistik Inggris (ONS), Jumat (19/6). 

 
Menurut ONS, yang memeriksa data dari awal Maret hingga 15 Mei tahun ini, tingkat kematian di kalangan Muslim lebih tinggi daripada kelompok lain. Atau lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang Yahudi, Hindu atau Sikh meski kedua kelompok agama ini juga menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan identifikasi kematian pasien Covid-19 dari agama lainnya. 
 
“Dengan etnisitas termasuk, (ini) menunjukkan sebagian besar dari perbedaan dalam kematian antara kelompok-kelompok agama dijelaskan oleh keadaan yang berbeda di mana anggota kelompok ini diketahui hidup. Misalnya, tinggal di daerah dengan tingkat kekurangan sosial-ekonomi yang lebih tinggi dan perbedaan susunan etnis," kata Kepala ONS Nick Stripe. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement