IHRAM.CO.ID, TOKYO -- Olimpiade Tokyo 2020 ditunda karena menyebarnya pandemi Covid-19. Terbaru, muncul anggapan makanan halal tidak diperlukan mengingat saran ditiadakannya penonton untuk acara ini. Penyuplai makanan halal untuk Olimpiade Tokyo 2020 masih menanti kepastian terkait pengadaan makanan halal di ajang olah raga tersebut.
Direktur Pelaksana Flavour Innovation Sdn Bhd (FISB) yang berbasis di Malaysia, Ahmad Husaini Hassan, mengatakan peran perusahaan dalam Olimpiade tidak pasti. Perusahaan ini menjual produknya dengan merek MyChef.
Dilansir di Inside The Games, Senin (9/11), FISB telah mencapai kesepakatan dengan operator makanan dan minuman Tokyo 2020 untuk menyediakan makanan halal di kawasan atlet. Tak hanya itu, mereka juga ditunjuk untuk menghadirkan makanan halal bagi penonton Muslim yang hadir.
Hassan telah menyuarakan keprihatinan atas kurangnya makanan halal di Olimpiade. Di luar itu, ia juga merasa khawatir acara itu kemungkinan harus diadakan secara tertutup karena pandemi virus Covid-19.
Makanan dan minuman merupakan salah satu area di mana penyelenggara dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) ingin memangkas biaya. Pejabat dari Tokyo 2020 dan IOC telah bersikeras para penggemar olahraga dimasukkan dalam rencana untuk kegiatan yang diatur ulang tersebut.
"Kami tidak menaruh harapan pada saat ini karena belum ada angka perkiraan untuk Olimpiade. Bahkan jika Olimpiade diadakan tahun depan, kita bisa memperkirakan pesertanya lebih sedikit," kata Hassan.
Selanjutnya, ia menyebut kemungkinan para atlet akhirnya menyiapkan makanan sendiri. Sedangkan untuk penonton, jika nantinya ditiadakan, maka tidak ada gunanya menyediakan makanan halal.
"Ini menimbulkan kekhawatiran, apakah pemasok makanan halal Malaysia bisa masuk dalam rencana kegiatan yang baru ini," lanjutnya.
Menurut Malaysian Reserve, FISB mengharapkan dapat melayani antara 5.000 dan 6.000 orang per hari, di Olimpiade Tokyo 2020. Tokyo 2020 dan IOC mengklaim serangkaian tindakan penyederhanaan untuk Olimpiade tahun depan akan menghemat 280 juta USD atau Rp 3,9 triliun.