IHRAM.CO.ID, PARIS --Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memberi waktu dua minggu kepada Dewan Ibadah Muslim Prancis (CFCM) untuk menyusun piagam nilai-nilai republik yang diharapkan dipatuhi oleh anggota organisasinya. Hal ini sebagai respon adanya kasus serangan di beberapa tempat di Prancis.
Macron saat ini sedang melakukan upaya untuk memusatkan pembentukan dan akreditasi para pemimpin agama Muslim di negara tersebut. Meskipun rencananya ini telah dikritik oleh beberapa komunitas Muslim di Prancis dan luar negeri.
Dalam pertemuan pada Rabu (18/11) malam dengan sejumlah pemimpin Muslim Prancis, termasuk presiden CFCM Mohammed Moussaoui dan Chems-Eddine Hafiz, rektor Masjid Paris, Macron menugaskan badan Muslim nasional untuk mengajukan draf piagam.
"Ini bersejarah," demikian pernyataan dari presiden yang dikutip oleh media Prancis. Ini telah menjadi diskusi selama beberapa dekade.
Atas permintaan presiden, piagam baru harus menyertakan pengakuan atas nilai-nilai Republik yang menetapkan bahwa Islam di Prancis adalah agama dan bukan gerakan politik, dan mengakhiri keterlibatan asing di masjid-masjid Prancis.
Menurut AFP, Macron meminta beberapa federasi Muslim di negara itu untuk menghapus ambiguitas yang mungkin dipahami berbeda oleh Umat Islam di sana.
“Saya menaruh kepercayaan saya pada Anda dan Anda terikat pada kepercayaan saya. Jika beberapa tidak menandatangani piagam ini, kami akan menarik konsekuensi dari itu," kata Macron kepada anggota CFCM dilansir dari Middle East Eye, Rabu (18/11).
Macron dilaporkan mendapat proposal dari CFCM untuk pembentukan Dewan Imam Nasional yang akan membuat rencana dalam waktu enam bulan untuk mengakreditasi imam di negara itu.
Dibentuk pada tahun 2003 di bawah menteri dalam negeri Nicolas Sarkozy, CFCM adalah federasi organisasi keagamaan Muslim di Prancis. Meskipun telah menjadi lawan bicara utama pemerintah sehubungan dengan masalah-masalah Islam terorganisir di Prancis, ia tidak secara resmi berusaha mewakili Muslim Prancis.
Tidak seperti agama seperti Katolik atau Gereja Ortodoks Yunani, Islam tidak memiliki kepemimpinan terpusat, yang kemungkinan besar akan mempersulit upaya Prancis untuk mengkonsolidasikan pelatihan dan akreditasi para pemimpin komunitas agama.
Pada awal Oktober, Macron memicu kontroversi dalam pidatonya di mana ia menyebut Islam sebagai agama dalam krisis dan berjanji untuk menindak separatisme Muslim. Senak itu Paris semakin intensif menyusul pembunuhan seorang guru sekolah dan serangan di kota Nice yang menewaskan tiga orang pada bulan yang sama.
Macron telah mengindikasikan bahwa dia menargetkan sekitar 300 imam dari negara-negara seperti Turki, Maroko dan Aljazair yang saat ini bekerja di Prancis untuk meninggalkan negara itu dalam waktu empat tahun.