IHRAM.CO.ID,CIREBON -- Para pengusaha mebel dan kerajinan rotan mengalami kelangkaan bahan baku rotan. Beberapa perusahaan bahkan terpaksa berhenti produksi akibat kondisi tersebut.
Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, menyebutkan, kelangkaan bahan baku rotan itu terjadi sejak sekitar empat bulan terakhir. Selain langka, bahan baku rotan pun mengalami kenaikan yang tinggi.
Abdul Sobur menyebutkan, harga bahan baku rotan semula Rp 13 ribu - Rp 15 ribu per kilogram. Namun, saat ini sudah naik di kisaran Rp 17 ribu - Rp 20 ribu per kilogram. ‘’Harganya naik tinggi, barangnya pun tidak ada,’’ kata Abdul Sobur, usai kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Mencari Solusi Kelangkaan Bahan Baku Rotan, di Kota Cirebon, Selasa (1/12).
HIMKI mencatat, kelangkaan bahan baku rotan itu tak hanya dialami oleh para pelaku industri mebel dan kerajinan rotan di Cirebon. Namun, kondisi serupa juga terjadi di Jabodetabek, Sukoharjo, Jepara, Surabaya dan lainnya.
Menurut Abdul Sobur, kesulitan mendapatkan bahan baku rotan bahkan membuat beberapa perusahaan terpaksa berhenti produksi.
Anggota presidium HIMKI, Satori, menyebutkan, kebutuhan baku rotan untuk Kabupaten Cirebon setiap bulannya mencapai 9.000 ton. Ada sekitar empat depot hingga lima depot yang selama ini menyediakan bahan baku rotan untuk wilayah Cirebon. ‘’Saat ini semua depot kosong,’’ tutur Satori.
Satori mengungkapkan, ketiadaan bahan baku rotan membuat permintaan terhadap mebel rotan tidak bisa terpenuhi. Dia menyebutkan, permintaan pasar akan mebel rotan sekitar 130 kontainer per bulan.
Namun, Kabupaten Cirebon baru bisa memenuhi 60 kontainer pengiriman mebel rotan setiap bulannya. Dia menilai, ketiadaan bahan baku rotan tahun ini terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
‘’Ada satu perusahaan yang ordernya naik 150 persen, tetapi enggak bisa dipenuhi karena tidak ada bahan baku. Artinya, kesempatan pasar sangat besar tetapi bahan baku tidak ada. Ini sangat menyayat hati,’’ cetus Satori.
Tak hanya perusahaan besar, kesulitan bahan baku juga dialami para perajin kecil. Mereka terpaksa harus berbagi bahan baku untuk memenuhi pesanan.
Satori menyebutkan, kelangkaan bahan baku rotan dipengaruhi beberapa faktor. Kendala utamanya diduga karena penyelundupan ke luar negeri. ‘’Padahal, ekspor bahan baku rotan dilarang,’’ cetus Satori.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor Nomor 44/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, bahan baku rotan tidak boleh diekspor. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga mendorong pemanfaatan bahan baku di dalam negeri.
Seperti diketahui, adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan pada 2005, telah membuat China dan Vietnam merebut market share Indonesia. Kedua negara tersebut tampil menjadi kompetitor Indonesia dan telah mampu menjual produk barang menjadi rotan dengan harga yang lebih murah.
Potensi market China yang besar pun (sebesar pasar Amerika Serikat dan Eropa) tidak dapat dipenetrasi Indonesia. Hal itu karena China memasok kebutuhan dari hasil industrinya sendiri.
Abdul Sobur menambahkan, selain penyelundupan, bahan baku juga langka karena banjir di hutan sehingga petani enggan memanen rotan. Tak hanya itu, adanya teroris di hutan Sulawesi Tengah. ‘’Padahal, tahun depan dipastikan ada peningkatan orderan, khususnya dari Amerika Serikat. Peningkatannya bisa 6,5 persen,’’ cetus Abdul Sobur.
Untuk itu, HIMKI meminta pemerintah, khususnya kementerian terkait untuk segera mencari solusi kelangkaan bahan baku rotan. Selain itu, pemerintah juga diminta tetap tegas melarang ekspor rotan mentah agar bahan baku tersebut bisa digunakan di dalam negeri dan menjadi nilai tambah.
Kasubdit Industri Kayu, Rotan dan Bahan Alami lainnya IHHP Kementerian Perindustrian, Mediarman mengatakan, Kemenperin tetap mendukung kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan. ‘’Larangan itu akan kami pertahankan,’’ tandas Mediarman.