IHRAM.CO.ID, JAKARTA - Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) diperingati setiap tanggal 9 Desember. Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menegaskan pemberantasan korupsi sebagai salah satu bentuk extraordinary crime tidak bisa dilakukan setengah-tengah.
Menurut Jaja, pemberantasan korupsi bukan hanya merupakan tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penegak hukum saja, tetapi juga memerlukan peran serta masyarakat.
"KY berkomitmen penuh ikut serta dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penegakan hukum juga harus benar-benar ditegakkan sebagai upaya mengembalikan kepercayaan publik. KY juga akan melakukan berbagai upaya untuk pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi," ungkap Jaja dalam keterangannya, Rabu (9/12).
Menurutnya, upaya pencegahan yang dilakukan KY sebagai lembaga yang berwenang menjaga dan menegakkan kehormatan hakim, yaitu dengan melakukan penguatan etika kepada para hakim melalui serangkaian pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sehingga mencegah praktik judicial corruption. Namun, lanjutnya, pembekalan pengetahuan hukum positif dan etika tidaklah cukup, maka perlu ada reorientasi budaya yang sebetulnya sudah ada dalam masyarakat kita.
Menurutnya, Indonesia harus berkaca dari Jepang yang sukses menciptakan “panopticon” jiwa, yaitu sebuah model pendisiplinan (istilah awalnya digunakan M. Foucault) yang mencoba membangkitkan mentalitas yang terkontrol, terkoreksi dengan memaksimalkan unsur-unsur dalam sistem budayanya, sehingga tidak menghilangkan kreativitas penegakan hukum.
"Sudah saatnya kita membangun “panopticon jiwa” bagi penegak hukum Indonesia, yang dilandasi nilai-nilai luhur budaya kita, sehingga diharapkan terbentuk mentalitas atau moralitas luhur penegak hukum. Kita tetap harus optimis meski panopticon jiwa itu tidak mudah untuk dibentuk, namun kita percaya bahwa pada hakikatnya manusia sebagai penegak hukum bukan semata-mata robot atau mesin tidak punya rasa, melainkan agen kebudayaan," jelas Jaja.
Dalam catatan KY, sepanjang Januari sampai November 2020 KY telah menerima 2.139 laporan yang terdiri dari 1.265 laporan masyarakat yang disampaikan ke KY dan 874 surat tembusan.
Berdasarkan jenis perkara, jenis perkara perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY, yaitu 585 laporan. Untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 329 laporan.
"Selain itu, ada juga pengaduan terkait perkara tata usaha negara sebanyak 70 laporan, agama sebanyak 64 laporan, tipikor 57 laporan. Perkara tipikor masuk lima besar perkara yang banyak dilaporkan ke KY," tambah Jaja.
Berdasarkan jenis badan peradilan yang dilaporkan, laporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 898 laporan. Kemudian lainnya, yaitu peradilan agama sebanyak 87 laporan, Mahkamah Agung sebanyak 72 laporan, peradilan tata usaha negara 61 laporan, peradilan niaga 44 laporan, dan peradilan Tipikor sebanyak 40 laporan. Ada juga peradilan Hubungan Industrial dan militer.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan sidang Pleno oleh Anggota KY, terdapat 60 putusan yang terbukti melanggar KEPPH dengan 122 hakim diberikan usul penjatuhan sanksi,” tegas Jaja.
Hakim yang terbukti melanggar KEPPH diberikan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan. Jaja memperinci, yaitu : 78 hakim dijatuhi sanksi ringan, 39 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 5 hakim dijatuhi sanksi berat.
Dari hakim yang direkomendasikan sanksi oleh KY, ada empat hakim yang melakukan pelanggaran karena suap. Satu orang hakim dijatuhi sanksi sedang berupa nonpalu selama enam bulan dan telah ditindaklanjuti oleh MA. "Sementara tiga rekomendasi lainnya masih dalam minutasi di KY," pungkas Jaja.