Jumat 11 Dec 2020 08:01 WIB

Memelihara Anjing, Bolehkah?

Bolehkah memelihara anjing.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Memelihara Anjing, Bolehkah?. Foto: Anjing ilustrasi
Foto: pxhere
Memelihara Anjing, Bolehkah?. Foto: Anjing ilustrasi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadits disebutkan, malaikat tidak akan datang ke rumah seorang muslim yang memelihara anjing. Bagaimana penjelasannya? Dan apakah boleh umat Islam memelihara anjing?

Dalam hal ini, pengasuh Pondok Pesantren Pascatahfizh Bayt al-Qur'an yang juga Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan anjing disebut tiga kali dalam Al Quran sebagai pertanda ada ibrah atau pelajaran tersendiri dari kemakhlukannya untuk kemanusiaan.  

Baca Juga

Dalam Fadhl al-Kilab ‘ala Katsir mimman Labisa al-Tsiyab (Keutamaan Anjing terhadap Kebanyakan Makhluk yang Memakai Baju) karya Muhammad ibn Khalaf al-Marzuban bahkan banyak mencantumkan sejumlah hadits, syair, serta sejumlah kisah inspiratif terkait keutamaan anjing. Di antara keunikan anjing adalah memiliki daya penciuman dan pendengaran melampaui yang dimiliki manusia.

Dengan kelebihan daya penciumannya, anjing kerap dimanfaatkan aparat keamanan untuk membantu pelacakan, bahkan ada juga yang memeliharanya di rumah untuk keamanan. Namun demikian terdapat riwayat hadits menyebutkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung). Keterangan ini dapat ditemukan dalam hadits riwayat Muslim.

Terkait keterangan hadits ini, ustadz Syahrullah mengatakan dalam keterangan Imam Nawawi menjelaskan larangan anjing di dalam rumah karena mengonsumsi makanan yang bernajis.

Ustadz Syahrullah menjelaskan bahwa ulama fiqih berselisih pendapat tentang kenajisan anjing. Ulama dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali menyebut anjing adalah najis ‘ain, secara keseluruhan dinyatakan najis. Adapun ulama Mazhab Hanafi lebih membatasi kenajisannya pada liur, kotoran, keringat, dan segala yang basah dari anjing. Adapun Malikiyah menyatakan ketidak najisan anjing secara umum, baik yang kering dan basah dari hewan mamalia tersebut.

Di lain sisi terdapat keterangan yang menjadi argumentasi bolehnya memelihara anjing dengan klasifikasi jenis anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun. Jika seorang muslim memelihra anjing diluar jenis tersebut maka dapat mengurangi pahalanya. Ini berdasarkan riwayat hadits.   ”Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.” HR. Muslim.

"Hadits ini dipahami oleh ulama bolehnya menggunakan anjing jika ada keperluan seperti tiga hal yang disebutkan dalam hadits. Namun, ada juga ulama yang menganalogikan kebolehannya di luar tiga hal tersebut semisal memelihara anjing di rumah karena adanya hajat tertentu semisal keamanan rumah," jelas ustaz Syahrullah.

Namun ustaz Syahrullah menjelaskan terkait keberadaan anjing sebagai peliharaan di rumah seorang muslim patut juga memperhatikan konsekuensi najis yang dibawa anjing. Pertimbangan tersebut mengacu pada penjelasan hadits “Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

"Tinjauan fiqhiyah terkait kebolehan memelihara anjing di rumah memang terjadi pro-kontra. Kita sebaiknya mengambil pendapat yang hati-hati. Bagi yang setuju dengan pembolehannya, sebaiknya juga memerhatikan perihal kebersihan, tempat tersendiri di lingkungan rumah, berikut melibatkan pertimbangan kemasyarakatan. Tetangga atau lingkungan sekitar tempat tinggal perlu diperhatikan haknya, semisal faktor kenyamanan mereka," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement