IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) Jeje Zaenudin menuturkan, beberapa pondok pesantren di bawah naungan Persis melaksanakan pembelajaran dengan kapasitas hanya 50 persen dari biasanya.
Cara yang dilakukan di antaranya mengurangi jumlah santri yang belajar di pesantren sehingga sisanya belajar di rumah. Cara lainnya dengan menambah ruangan di titik lain untuk dijadikan asrama santri agar tercipta suasana yang membuat mereka bisa menerapkan jaga jarak fisik.
"Ruangannya ditambah, misalnya yang tadinya hanya ada satu lokal asrama, kemudian dibuat lokal yang lain, misalnya di balkon masjid, atau yang tadinya ruangan kesiswaaan itu difungsikan juga sebagai gurfah (kamar). Agar mereka bisa menjaga jarak saat berinteraksi di dalam ruangan," jelasnya kepada Republika.co.id, Sabtu (12/12).
Jeje juga menyampaikan, sebagian besar pondok pesantren tentu menginginkan pembelajaran tatap muka bisa normal kembali menyusul program vaksinasi pemerintah. Sebab, pembelajaran ala pesantren menuntut adanya komunikasi langsung antara ustadz dan santri.
"Aspirasi pesantren tentu semua sama, mayoritas ingin tetap buka (pembelajaran tatap muka). Karena tidak efektif pelajaran pesantren dilakukan secara jarak jauh. Nilai-nilai kepesantrenan itu ada karena interaksi langsung antara guru dan murid," kata dia.
Karena itu pula, menurut Jeje, seiring program vaksinasi di Indonesia, pembelajaran secara tatap muka di lembaga pendidikan khususnya di pesantren diharapkan dapat dilakukan kembali. Tentunya, pembelajaran ini tetap memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.
"Jadi diharapkan bila vaksinasi sudah merata dan sudah selesai semua prosedur hukumnya (kehalalan) itu secara bertahap pembelajaran juga dibuka secara offline atau tatap muka, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan," katanya.
"Hanya mungkin tidak seketat jaga jaraknya di saat belum ada vaksinasi, tetapi yang pokok-pokok itu seperti pakai masker, cuci tangan, tidak banyak kontak fisik itu harus diterapkan supaya bisa maksimal penjagaan kesehatannya," tambahnya.
Jeje mengingatkan bahwa vaksinasi, sebagaimana diakui oleh para pakar kesehatan, jangan dijadikan sebagai satu-satunya sandaran sebagai keamanan kesehatan. "Karena itu, protokol kesehatan tetap dipakai dan vaksin bukan satu-satunya pelindung," tuturnya.