IHRAM.CO.ID, BIRMINGHAM – Pukul 08.00 pagi waktu setempat di Jalan Raya Asia Selatan, Alum Rock, Birmingham Inggris sudah terlihat ramai. Birmingham adalah kota terbesar kedua di Inggris yang memiliki penduduk mayoritas Muslim. Penjual Buah, Abdul Nafi (31) mulai melepaskan terpal biru yang menutup kiosnya. Dengan lihainya Nafi mulai menata buah dan sayuran di sepanjang meja depan tokonya. Dia menjual tomat, paprika, apel, dan plum. Kisaran harganya mulai dari satu poundsterling. Dari kejauhan, tatanan buah terlihat artistik dan mengundang orang yang lewat untuk membeli.
“Di sini, masyarakat tidak mendapatkan buah dan sayuran dari supermarket, mereka lebih suka mendapatkannya dari kios seperti milik saya. Jika kami memutuskan untuk berhenti bekerja, di mana orang akan mendapatkan produk yang paling matang dan termurah?” kata Nafi, dilansir Aljazirah, Rabu (6/1).
Matanya yang cokelat tersenyum ketika dia mulai menceritakan saat pertama kali tiba di Inggris. Kala itu, dia berstatus sebagai pencari suaka tahun 2010 dari Provinsi Paktia di timur Afghanistan. Paktia telah lama menjadi sasaran kelompok Taliban dan banyak orang yang diserang dan dibunuh. Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai pedagang buah dan sayuran di Birmingham. Saat ini, kondisinya sudah mulai stabil. Keluarganya yang hidup di Afghanistan bertahan dari hasil uang yang selalu ia berikan dari Inggris.
Di tengah pandemi, sebagai pedagang buah, Nafi dianggap sebagai pekerja kunci, istilah untuk orang-orang yang memiliki pekerjaan penting selama pandemi.
Meskipun tergabung dalam anggota kelompok etnis minoritas di Inggris dengan risiko lebih tinggi menderita komplikasi akibat Covid-19 dan bekerja tanpa alat pelindung diri (APD), Nafi terus menyediakan vitamin dan mineral bagi komunitasnya. APD untuk pekerja non-kesehatan dianggap tidak perlu oleh Eksekutif Kesehatan dan Keselamatan pemerintah Inggris. Pemerintah mengatakan selalu mencuci tangan dan menjaga jarak guna mencegah risiko infeksi.
Namun, bagi pengurus kios buah dan sayuran seperti Nafi, aturan jarak fisik yang ditetapkan sulit untuk diikuti karena para pekerja selalu dekat dengan orang lain. Dengan populasi 25.487, pinggiran dalam Alum Rock dipenuhi pembeli setiap pagi. Saat pelanggan mulai berdatangan dan mengelilingi kios Nafi, mereka memeras, mencium, dan mengetuk produk segar sebelum membuat pilihan terakhir.
Penurunan pelanggan sejak wabah virus corona baru membuat pendapatan yang dihasilkan lebih sedikit. Sebelum pandemi, dia mendapat 200 poundsterling setiap hari. Sekarang dia hanya mendapatkan 80 poundsterling sehari. Bahkan, Nafi sampai tidak bisa membayar sewa rumahnya. Dia terpaksa meminjam uang dari beberapa temannya untuk membayar uang sewa.