Kamis 07 Jan 2021 06:03 WIB

Asal Usul Khilafah Sebagai Ekpresi Politik

Politik dan Khilafah Menjadi Ekpresi Politik

Pasukan Ottoman pada abad ke-16.
Foto:

Penggunaan terminologi ‘Pan-Islamisme’ pertama kali digunakan oleh Gabriel Charmes, seorang jurnalis Prancis yang begitu penasaran dengan Khilāfah ‘Uṡmāniyyah dan banyak menulis tentangnya sepanjang tahun 1880-an.

Salah satu contoh artikel yang Charmes tulis berjudul ‘La Situation de la Turquie’. Dalam sub-bab yang diberi judul ‘La Politique du Califat et ses conséquences’, dia menjelaskan tentang reaksi Muslim atas penjajahan Prancis di Tunisia serta bagaimana Khilāfah ‘Uṡmāniyyah memobilisasi opini kaum Muslim untuk menentang penjajahan tersebut.

Charmes menyebut agitasi ‘Uṡmāniyyah untuk mempersatukan kaum Muslim guna melawan kekuatan Kristen itu dengan sebutan ‘Pan-Islamisme’. Istilah ini lazim digunakan di kalangan Eropa untuk menyebut kegiatan yang mengajak kepada persatuan etnis, bangsa, maupun benua; seperti ‘Pan- Slavisme’, Pan-Jermanisme’, ‘Pan-Amerikanisme’, ‘Pan-Asianisme’, ‘Pan-Afrikanisme’, dan seterusnya.

Charmes-lah yang kemudian hari bertanggungjawab dalam mempopulerkan istilah Pan-Islamisme di kalangan Eropa.

Di kalangan Muslim Turki sendiri, langkah Khilāfah ‘Uṡmāniyyah untuk mempersatukan dunia Islam di bawah satu kepemimpinan disebut ‘İttiḥat-ı İslam’, yang berarti ‘Persatuan Islam’.

Istilah ini digunakan pertama kali dalam sebuah artikel anonim yang beredar di İstanbul pada 1868, yang menyatakan bahwa sultan-sultan ‘Uṡmāniyyah berencana untuk menyatukan kaum Muslim sedunia.119 İttiḥat-ı İslam, yang disebut oleh sarjana Turki kontemporer sebagai İslam Birliği, diartikan ke dalam bahasa Arab menjadi al-Waḥdah al- Islāmiyyah atau Jāmi’ah al-Islām.

Terminologi ini pertama kali dipakai dalam artikel-artikel majalah al-‘Urwah al-Wuṡqā, yang dipublikasikan oleh Jamāl al-Dīn al-Afgānī dan Muḥammad ‘Abduh pada 1884.

Semenjak Tanẓimat, para pejabat ‘Uṡmāniyyah terjebak dilema dalam menghadapi kolonialisme Eropa. Di satu sisi mereka sedang giat-giatnya menimba ilmu dari kemajuan Eropa di bidang teknologi dan militer, di sisi yang lain mereka kebanjiran keluhan dan permintaan tolong dari kaum Muslim di berbagai wilayah yang dijajah oleh Eropa.

Para sultan yang berkuasa di era Tanẓimat tidak berdaya dalam urusan ini, karena politik luar negeri tidak sepenuhnya berada di kewenangan mereka, melainkan di tangan Sadr-ı Azam yang sudah tertekan dengan Hukum Internasional.

Tapi semenjak naiknya Abdülḥamit II sebagai Sultan ‘Uṡmāniyyah di tahun 1876, dirinya bermanuver dengan menghentikan era Tanẓimat yang kebarat-baratan dan menggelorakan Pan-Islamisme sebagai semangat persatuan, terutama dalam politik luar negerinya.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement