Ahad 10 Jan 2021 03:35 WIB

Nike dan Coca-Cola Disebut Melobi RUU Kerja Paksa Xinjiang

RUU akan melarang barang impor yang dibuat dari hasil kerja paksa Muslim.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Nike dan Coca-Cola Disebut Melobi RUU Kerja Paksa Xinjiang. Gedung Kongres AS.
Foto: AP/Jacquelyn Martin
Nike dan Coca-Cola Disebut Melobi RUU Kerja Paksa Xinjiang. Gedung Kongres AS.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Menurut anggota staf Kongres AS, Nike dan Coca-Cola termasuk di antara perusahaan besar dan kelompok bisnis yang melobi Kongres untuk melemahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) pencegahan kerja paksa di Xinjiang China. RUU tersebut akan melarang barang impor yang dibuat dengan hasil kerja paksa dari kelompok minoritas Muslim, di China.

RUU yang juga dibuat dalam upaya menindak pelanggaran hak asasi manusia, telah mendapatkan dukungan bipartisan, dan disahkan pada September dengan selisih 406-3. Para pembantu Kongres mengatakan memiliki dukungan untuk meloloskan Senat dan dapat ditandatangani menjadi undang-undang baik oleh pemerintahan Trump atau pemerintahan Biden yang akan datang.

Baca Juga

Namun RUU tersebut telah menjadi sasaran perusahaan multinasional termasuk Apple, yang rantai pasokannya menyentuh wilayah Xinjiang paling barat, serta kelompok bisnis termasuk Kamar Dagang AS. Pelobi telah berjuang mempermudah beberapa ketentuannya, dengan alasan bahwa meskipun mereka mengutuk keras kerja paksa dan kekejaman yang saat ini terjadi di Xinjiang, persyaratan ambisius dari tindakan tersebut dapat merusak rantai pasokan yang sangat tertanam di China.

Xinjiang memproduksi sejumlah besar bahan mentah seperti kapas, batu bara, gula, tomat, dan polysilicon, serta memasok pekerja untuk pabrik pakaian dan alas kaki China. Kelompok hak asasi manusia dan laporan berita, telah menghubungkan banyak perusahaan multinasional dengan pemasok di China, termasuk Coca-Cola dengan gula yang bersumber dari Xinjiang, dan mendokumentasikan pekerja Uighur di sebuah pabrik di Qingdao yang diduga membuat sepatu Nike.

Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan pada Maret lalu, Komisi Eksekutif Kongres untuk China, sebuah kelompok bipartisan anggota parlemen, mencantumkan Nike dan Coca-Cola sebagai perusahaan yang dicurigai melakukan kerja paksa di Xinjiang, bersama dengan Adidas, Calvin Klein, Campbell Soup Co, Costco, H&M, Patagonia, dan Tommy Hilfiger.

Dalam sebuah pernyataan, Coca-Cola mengatakan bahwa mereka dengan tegas melarang semua jenis kerja paksa dalam rantai pasokan ke perusahaannya. Serta menggunakan auditor pihak ketiga untuk memantau pemasoknya dengan cermat. 

Dikatakan juga fasilitas COFCO Tunhe di Xinjiang, yang memasok gula ke fasilitas pembotolan lokal dan telah dikaitkan dengan tuduhan kerja paksa oleh The Wall Street Journal dan media berita berbahasa Mandarin, "berhasil menyelesaikan audit pada 2019."

Menurut Direktur Komunikasi Global di Nike, Greg Rossiter mengatakan perusahaan tidak melobi Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur tetapi melakukan diskusi konstruktif, dengan asisten staf kongres yang bertujuan untuk menghapus kerja paksa dan melindungi hak asasi manusia.

Ditanya tentang tuduhan kerja paksa, Nike merujuk pernyataan pada Maret yang mengatakan, mereka tidak mengambil produk dari Xinjiang dan telah mengonfirmasi pemasoknya tidak menggunakan tekstil atau benang dari wilayah tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement