Selasa 12 Jan 2021 14:17 WIB

Tidak Aman, Pejabat Publik Disarankan Hindari Pakai WhatsApp

Pejabat Publik Disarankan Hindari Pakai WhatsApp

Sari (30) menerima pesanan melalui whatsapp  di warung kerek di Kampung Kebalen, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (27/10). Sebanyak lima warung di kawasan tersebut menggunakan sistem eretan dengan bermodalkan tali tambang dan ember yang melintasi kali mampang karena tidak ada akses jalur penghubung di kawasan tersebut. Saat pandemi covid-19, pendapatan sejumlah pedagang mengalami penurunan dari Rp500 ribu dalam sehari kini hanya Rp200 ribu akibat aktivitas perhotelan dan perkantoran dikawasan tersebut belum aktif. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sari (30) menerima pesanan melalui whatsapp di warung kerek di Kampung Kebalen, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (27/10). Sebanyak lima warung di kawasan tersebut menggunakan sistem eretan dengan bermodalkan tali tambang dan ember yang melintasi kali mampang karena tidak ada akses jalur penghubung di kawasan tersebut. Saat pandemi covid-19, pendapatan sejumlah pedagang mengalami penurunan dari Rp500 ribu dalam sehari kini hanya Rp200 ribu akibat aktivitas perhotelan dan perkantoran dikawasan tersebut belum aktif. Republika/Thoudy Badai

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memantau kebijakan baru yang bakal diterapkan WhatsApp (WA) bulan depan. CISSReC mengkhawatirkan terungkapnya data penting negara dari pejabat publik yang menggunakan WA.

Peneliti CISSReC Ibnu Dwi Cahyo memperkirakan sebagian masyarakat umum bakal sulit melepas pemakaian WA karena sudah menjadi kebiasaan. Namun ia menyarankan agar pejabat publik menghindari pemakaian WA demi alasan keamanan negara.

"Saya yakin masyarakat umum masa bodo tetap pakai WA, cuma imbauan kami ke pejabat negara jangan pakai aplikasi yang servernya ada di Amerika seperti WA," kata Ibnu pada Republika, Selasa (12/1).

Ibnu menjelaskan sepanjang suatu perusahaan ada di Amerika Serikat maka selalu ada kemungkinan data diintip Pemerintahan Amerika. Sebab Negeri Paman Sam punya regulasi pemantauan demi keamanan dalam negerinya.

"Nanti kalau CIA, NSA mau intip data di server WA, Facebook tentu harus dibuka oleh mereka," ujar Ibnu.

Selain itu, Ibnu mewanti-wanti akan bahaya malware jenis pegasus buatan Israel yang digunakan sebagian negara Timur Tengah untuk fungsi pengawasan oposisi. Malware tersebut dapat masuk dari WA untuk kemudian melakukan penyadapan semua data target.

"Kembali pakai telepon dan SMA saja atau Threema, Signal, relatif aman. Tapi kalau pemakai terlalu banyak bisa tersendat. Telegram juga bagus," ucap Ibnu.

Sebelumnya, para pengguna WA menerima notifikasi soal persetujuan ketentuan dan kebijakan baru yang diluncurkan pada 8 Februari 2021. Notifikasi tersebut mewajibkan pengguna untuk mengeklik tombol persetujuan. Jika tidak dilakukan maka pengguna tak dapat mengakses WA.

Pembaruan WA diantaranya tentang layanan dan caranya memproses data, cara bisnis menggunakan layanan yang di-hosting oleh Facebook untuk menyimpan dan mengelola chat WhatsApp dan cara WhatsApp bermitra untuk menawarkan integrasi produk.

Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate meminta masyarakat untuk semakin waspada dan bijak dalam menentukan pilihan media sosial. Menurut Johnny, saat ini terdapat beragam platform media sosial yang tersedia. Namun, tidak semua platform yang memberi jaminan perlindungan data pribadi.

"Pilih yang mampu memberikan pelindungan data pribadi dan privasi secara optimal," ujar Johnny dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/1).

 
 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement