IHRAM.CO.ID,JAKARTA – Terdapat sejumlah elemen yang dapat menjadi pencegah seseorang dari kewajiban berhaji. Dengan alasan adanya penghalang, maka hukum berhaji meskipun persyaratannya telah terpenuhi, namun kewajiban berhaji itu bisa gugur.
Agar ibadah haji dapat diterima Allah SWT, maka seorang yang hendak melaksanakan ibadah haji harus memenuhi syarat-syaratnya. Pemenuhan syarat-syarat haji itu menjadi penentu sah dan tidak sahnya ibadah haji yang dilaksanakan. Syarat-syarat tersebut ada yang sifatnya umum, dan ada yang sifatnya khusus hanya untuk para wanita saja sebagai syarat tambahan.
Ustaz Ahmad Sarwat dalam buku Ibadah Haji: Syarat-Syarat dijelaskan bahwa apabila telah selesai pemenuhan syarat-syarat haji, maka terdapat juga aspek mengenai hal-hal yang dapat menjadi penghalang berhaji. Pertama, ubuwah. Yakni adalah ayah, kakek, ayahnya kakek, dan seterusnya ke atas. Mereka itu adalah pihak yang dibutuhkan izinnya bagi seorang yang ingin melaksanakan ibadah haji.
Izin tersebut dibutuhkan khususnya dalam ibadah haji yang hukumnya sunnah, yaitu haji kedua, ketiga, dan seterusnya. Namun untuk haji yang wajib, hanya disunahkan saja untuk mendapatkan izin dari mereka.
Kedua, zaujiyah. Yakni hubungan antara suami dengan istri, di mana seorang suami berhak untuk melarang istrinya berangkat haji. Mayoritas ulama mengatakan bahwa larangan suami agar istrinya tidak berangkat haji hanya berlaku dalam haji yang hukumnya sunnah. Sedangkan haji yang membutuhkan izin dari suaminya, maka hanya disunahkan saja.
Sedangkan dalam pandangan ulama madzhab Syafii, baik untuk haji wajib maupun haji sunnah tetap dibutuhkan izin dari suami. Sehingga apabila suami tidak mengizinkan istrinya untuk berangkat haji, maka tidak wajib bagi istri untuk menunaikan ibadah haji tersebut. Dengan alasan, bahwa wanita itu tidak memiliki istitha’ah (kemampuan).
Ketiga, perbudakan. Yakni seorang tuan berhak untuk melarang budaknya dari berangkat menunaikan ibadah haji. Izin dari tuan dibutuhkan agar budak dibenarkan menjalankan ibadah yang satu ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa izin semacam ini berkalu baik untuk haji yang bersifat wajib maupun sunnah.
Keempat, utang. Apabila seseorang sedang terlilit utang maka itu dapat menjadi penghalang baginya melaksanakan ibadah haji. Seseorang yang masih memiliki tanggungan utang tidak dibenarkan untuk menunaikan ibadah haji, karena dikhawatirkan ia tak dapat membayar utang-utangnya.
Beda halnya jika orang yang meminjaminya utang memberikan izin kepada yang berutang untuk berangkat pergi menunaikan ibadah haji. Dalam kasus seperti ini maka penjelasan hukumnya akan berbeda.
Kelima, keamanan. Kondisi keamanan yang membahayakan juga bisa menjadi penghalang seseorang untuk melaksanakan ibadah haji. Di masa lalu, masalah keamanan jamaah haji sangat krusial mengingat di tengah padang pasir memang terdapat banyak penyamun yang dengan tega dapat merampas dan merampok para jamaah haji.
Di masa kini, pertimbangan pandemi virus corona jenis baru 2019 (Covid-19) juga menjadi alasan pertimbangan keamanan dan keselamatan jamaah haji. Maka tak heran, pada periode 2020 ibadah haji hanya dilakukan secara terbatas sebagaimana kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
Keenam, kesehatan. Kondisi kesehatan fisik seseorang juga bisa menjadi penghalang dalam melaksanakan ibadah haji. Dalam pandemi Covid-19, aspek kesehatan bahkan menjadi poin utama yang paling menjadi pertimbangan mengenai pelaksanaan ibadah haji. Sebab ibadah haji merupakan aktivitas ibadah yang digelar secara komunal dan mempertemukan jamaah haji nasional dengan internasional dari seluruh negara.