IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pada Hari Pelantikan Presiden Amerika Serikat terpilih, Joe Biden menandatangani Proklamasi tentang Mengakhiri Larangan Masuk ke AS yang Diskriminatif. Perintah eksekutif tersebut mencabut kebijakan larangan perjalanan Muslim yang sebelumnya diterapkan di era Donald Trump sejak 2017. Pemerintahan Biden menggambarkan kebijakan tersebut sebagai bentuk xenofobia dan permusuhan agama.
Berakhirnya kebijakan larangan perjalanan Muslim ini begitu berarti, termasuk bagi para pelancong Muslim. Setidaknya, tiga pelancong Muslim ini berbagi perasaan dan harapan mereka seiring berakhirnya kebijakan larangan Muslim tersebut kepada situs berita Conde Nast Traveler.
Tiga pelancong Muslim ini bercerita tentang bagaimana larangan empat tahun di era Trump itu berdampak pada mereka, dan harapan mereka untuk bepergian pasca Covid-19. Salah satunya adalah Fahima Abdi, seorang ibu rumah tangga asal Somalia yang tinggal di London. Dia kerap merasa cemas saat bepergian ke AS.
Fahima mengungkapkan, ia dan keluarganya adalah pengungsi yang melarikan diri dari perang. Karena itu, mereka menciptakan kehidupan yang mereka pikir akan lebih baik dan mereka juga telah berkeliling dunia.
Suaminya berkewarganegaraan Amerika dan putrinya memiliki kewarganegaraan ganda. Dengan kondisi itu, kebijakan larangan Muslim selalu menjadi tekanan. Ia mengaku kerap dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan ekstra, bahkan saat ia bepergian dengan balitanya.
"Cukup sulit bepergian dengan seorang bayi, tetapi kemudian Anda menemukan TSA (lembaga administrasi keamanan transportasi AS) tidak memiliki empati untuk bayi yang menangis, memilah-milah barang-barang pribadi saya dan membuat saya mengemasnya kembali, tanpa bantuan, hanya karena nama saya atau fakta bahwa saya mengenakan jilbab," ungkap Fahima, dilansir di Conde Nast Traveler, Selasa (23/2).
Karena itu, berakhirnya kebijakan larangan Muslim AS membuatnya setidaknya merasa lega. Meskipun, ia mengaku tidak merasa nyaman untuk bepergian ke AS, bahkan setelah pandemi Covid-19 kelak berakhir. Namun yang menyedihkan Fahima, putrinya dan seluruh keluarganya ada di AS.
"Saya benar-benar marah oleh diskriminasi terus-menerus terhadap pada imigran. Inilah saatnya untuk mengakui bahwa kita semua berkontribusi pada masyarakat global," ujar Fahima.