IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Disunnahkan bagi Imam pada hari raya Idul Qurban untuk menyampaikan khotbah setelah tergelincir matahari yakni khotbahnya haji Wada Rasulullah. Kesunahan khotbah ini berdasarkan beberapa hadist Rasulullah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Bakar. "Rasulullah SAW berkotbah kepada kami pada hari raya Qurban." (HR Bukhari).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas. "Nabi berkotbah di hadapan orang-orang yang padi pada hari raya Qurban."
Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar yang menurut Imam Bukhari bersetatus muallaq dan menurut Ibnu Majah berstatus muttashil diterangkan bahwa, Nabi Muhammad SAW. "Berdiam pada hari raya kurban di antara beberapa kali jumrah pada haji yang beliau laksanakan. Beliau bersabda. "Hehari ini adalah...."di sana nabi berpamitan kepada orang-orang. Lalu mereka berkata ini adalah Haji Wada.
Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Asrar Al-Hajj ada empat khotbah selama pelaksanaan Haji. Khotbah pada hari ketujuh, khotbah pada hari Arafah, khotbah pada hari raya Qurban dan khotbah pada hari nafar awal.
"Semua dilaksanakan setelah matahari tergelincir. Semuanya dilakukan sekali kecuali khotbah pada hari Arafah karena dilaksanakan dua kali yang di antara keduanya dipisah dengan duduk sebentar," kata Imam Ghazali.
Selanjutnya sesuai setelah melaksanakan thawaf, jamaah haji kembali ke Mina untuk mabit dan melempar jumroh. Bermalam pada malam itu di mina disebut dengan Lailatul Qadar karena keesokan harinya mereka akan berdiam di mina dan tidak pergi kemana-mana.
Esok harinya ketika matahari sudah tergelincir di barat, mereka mandi sebelum melempar jumrah. Lalu berangkat menuju jumroh Ula yang terletak di samping Arafah dan berada di sisi kanan jalan besar. "Kemudian melempar tujuh batu kerikil ke arah jumrah Ula," katanya.
Setelah melempar jumrah Ula, hendaknya menepi sedikit dari sisi kanan jalan besar lalu berhenti dalam posisi menghadap kiblat sambil membaca Tahmid, Tahlil dan Takbir serta berdoa dengan sepenuh hati dan melibatkan seluruh anggota tubuh.
Adapun kata Imam Ghazali berhenti sambil menghadap kiblat, lamanya kira-kira sama dengan kita membaca surat Al Baqarah sambil berdoa. Selanjutnya, berjalan menuju jumroh, lalu melemparkan batu kerikil seperti pada lemparan jumlah pertama dan berhenti seperti yang dilakukan saat usai melempar jumrah pertama.
Kemudian berjalan menuju jumrah aqabah dan melemparkan 7 kerikil kearahnya. Jangan menyibukkan diri dengan urusan apa pun, sebaliknya, setelah selesai melempar ketiga jumrah segera kembali ke tempat singgah dan bermalam di mina pada malam itu juga. "Malam itu disebut dengan malam nafar awal," katanya.
Esok harinya tasyrik kedua, setelah salat zuhur jumrah kembali sebanyak 21 kerikil seperti hari sebelumnya. Selanjutnya bebas memilih antara tetap berdiam di mina atau kembali ke Makkah.
Apabila keluar dari Mina sebelum matahari terbenam, maka tidak ada masalah apa-apa. Namun jika dia tetap bertahan hingga malam, maka dia tidak boleh pergi dari Mina akan tetapi wajib bermalam di sana hingga selesai melempar jumrah pada hari nafar tsani sebanyak 21 kerikil seperti jumroh jumrah sebelumnya.
Apabila Tidak bermalam di Mina dan tidak pula melempar jumrah maka wajib membayar Dam. Hendaknya daging hewan sembelihannya disedekahkan.
Diperolehkan mendatangi Baitullah pada malam-malam keberadaan di Mina asalkan dia hanya bermalam di sana. Rasulullah SAW melakukan yang demikian. Terpenting juga jangan sampai tidak menghadiri semua salat fardhu bersama Imam di Masjid al-Khaif karena utamanya amatlah besar.
Ketika bertolak dari Mina, maka lebih utama bila bermukim di Mahsab dari Mina, melaksanakan salat Ashar Maghri, Isya dan Subuh serta tidur sebentar di sana. Ini adalah sunnah Nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat. Apabila tidak dilakukan maka tidak dosa baginya.