IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Imam Ghazali mengatakan bahwa thawaf ziarah merupakan tawaf rukun dalam haji. Waktu pelaksanaan thawaf ini dimulai pada pertengahan malam hari raya.
"Namun waktu thawaf ziarah yang paling afdal adalah pada hari raya kurban itu sendiri. Dan tidak ada batas hari untuk waktunya," kata Imam Ghazali dalam kitabnya Asrar Al-Hajj.
Bahkan thawaf ini kata Imam Ghazali boleh diakhirikan hingga waktu kapanpun sesuai yang dikehendakinya, dengan syarat dia masih dalam keadaan ihram. Ihramnya di mana jamaah tidak boleh meninggalkan Makkah sebelum melaksanakan thawaf ini. "Jika sudah selesai thawaf Wada dan keluar Makkah maka tercapai thawaf ziarah tersebut," katanya.
Apabila dia sudah tawaf, maka sempurnalah tahlilnya, kemudian dihalalkan melakukan persetubuhan dengan istrinya. Dalam redaksi lain tertulis, telah sempurna tahallulnya dan di halalkan baginya bersetubuh serta terlepaslah semua larangan secara total. Selanjutnya menyelesaikan sisa manasik melempar jumrah pada hari tasyriq."
"Sisa manasik harus dikerjakan selanjutnya dalam melempar jumrah pada hari tasyrik dan mabit di mina. Semua itu wajib haji selepas ihram karena mengikuti Haji," katanya.
Thawaf ziarah ini juga disertai salat dua rakaat. Seperti halnya ketika melaksanakan tawaf qudum. Setelah salat dua rakaat, hendaknya langsung mengerjakan sa'i, jika memang belum mengerjakan salat tawaf qudum.
Adapun jika telah mengerjakan sa'i maka sa'i yang dilakukannya itu sudah jatuh menjadi rukun. Oleh karena itu, tidak seyogianya dia melakukan sa'i lagi.
Sa'i hanya dilaksanakan sekali. Asy-Syamni berkata, sa'i pada mulanya dilakukan setelah thawaf ziarah, karena sa'i dilakukan sesudah thawaf dan segala sesuatu hanya mengikuti apa yang lebih kuat dari dirinya.
"Sai termasuk wajib haji sedangkan tawaf ziarah adalah rukun. Sa'i sudah tawaf qudum dibolehkan hanya karena banyaknya amalan Haji pada hari raya kurban," katanya.