Demonstrasi juga telah berlangsung selama sedang Suu Kyi digelar. Di Yangon, polisi dilaporkan menggunakan granat kejut dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Tidak ada laporan langsung tentang korban pada Senin (1/3). Namun, pada Ahad (28/2), polisi telah menembak kerumunan massa sejumlah lokasi unjuk rasa di Myanmar dan secara keseluruhan ada 18 orang dilaporkan tewas.
"Kami harus melanjutkan protes apapun yang terjadi. Ini lingkungan saya. Lingkungan yang indah, tetapi sekarang kami mendengar suara tembakan dan kami tidak merasa aman di rumah,” ujar seorang warga bernama Thar Nge melalui telepon setelah polisi menembakkan gas air mata memaksanya untuk meninggalkan barikade di lokasi unjuk rasa di Yangon.
Sebelumnya, polisi dengan meriam air dan kendaraan militer dimobilisasi ke titik-titik protes di Yangon saat kerumunan berkumpul. Demonstran terlihat berbaris meneriakkan seruan untuk mendukung demokrasi sambil memegang foto Suu Kyi.
Dalam sebuah unggahan pada Ahad (28/2), surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah negara itu memperingatkan tindakan keras akan diambil terhadap massa anarkis yang tidak dapat diabaikan oleh militer. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan di hari yang sama sedikitnya 270 orang ditahan, dari total 1.132 yang dikatakan telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman sejak kudeta terjadi awal bulan lalu.
Sementara beberapa negara Barat telah memberlakukan sanksi terbatas, para jenderal Myanmar mengabaikan tekanan diplomatik dengan dukungan dari China dan Rusia. Junta Militer berjanji akan mengadakan pemilihan baru, namun hingga saat ini belum menetapkan tanggal.