IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Nabi Muhammad SAW memberikan solusi atas masalah yang terjadi melalui pendapatnya (Fatwa). Nabi SAW menanggapi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya dengan jawaban dan cara yang beragam.
"Sesuai dengan situasi dan kondisi orang yang meminta fatwa," kata Abu Thalah Muhammad Yunus Abdussatar dalam kitabnya 'Kaifa Tastafidu min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim' .
Abu Thalhah menuturkan, kebanyakan, jawaban nabi hanya sebatas berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan saja. Sebagai contoh adalah sabdanya kepada seorang wanita suku Khats'am yang bertanya kepadanya.
"Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji kepada hamba-hambanya. Tetapi, ayahku sudah tua tak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?" Nabi menjawab "Ya." (HR Bukhari).
Pada kesempatan yang lain, nabi memberikan penjelasan pertanyaan yang diajukan kepadanya secara detil dan berlaku untuk semua orang. Hal demikian sebagaimana hadis riwayat oleh Abdurrahman bin Umar bahwa penduduk Nejd berdatangan kepada Rasulullah di Arafah. Mereka bertanya sesuatu kepadanya. Kemudian nabi menyuruh seseorang untuk mengumum kan kepada semua orang ketika Haji adalah Arafah. (HR Tirmidzi).
Suatu ketika itu nabi menyertakan fatwanya dengan motivasi untuk melaksanakannya. Contohnya adalah sabdanya kepada seorang perempuan di suatu daerah antara Makkah dan Madinah yang membawa anak kecil. Perempuan itu bertanya apakah aku dapat melaksanakan haji untuk anak ini? "Nabi menjawab, "Ya, kamu pun memperoleh pahala."(HR.Muslim).
Nabi SAW memberikan fatwa di berbagai tempat dan kesempatan. Nabi SAW memberikan fatwa kepada jamaah haji di Madinah, ketika memulai berihram di daerah Dzulhulaifah di Baitullah di Arafah, Muzdalifah ke Mina dan pada saat berpindah-pindah di antara tempat-tempat tersebut. Nabi juga memberikan fatwa dalam perjalanan pulang kembali ke Kota Madinah.
Abu Thalhah mengatakan, sungguh besar peran yang diemban oleh para ulama. Namun pada pelaksanaan Haji dewasa ini masih terlihat masyarakat bingung mencari siapa yang dapat menuntaskan permasalahan dan menjawab pertanyaan mereka.
"Akhirnya mereka bertanya kepada orang-orang yang berlagak tahu yang kadang-kadang memperlihatkan tanda-tanda sebagai orang shaleh," katanya.
Hal demikian menuntut para ahli agama untuk membimbing jamaah haji dengan berbagai bahasa serta terlihat di tempat-tempat umum dan perumahan jamaah haji. Ini semua demi untuk menjawab pertanyaan, menuntaskan programa dan menghilangkan kebodohan di satu sisi dan di sisi lain untuk memotong jalan bagi orang yang tidak berilmu untuk berfatwa.
Demikian pula termasuk kewajiban terhadap jamaah haji adalah memastikan kepada mereka, bahwa orang yang mereka jadikan acuan adalah benar-benar berilmu dan beragama. Juga menjelaskan kepada mereka akan bahaya berfatwa tanpa ilmu pengetahuan, karena hal ini termasuk perbuatan mandustakan Allah dan rasul-Nya dan membuat propaganda mengenai Allah dan rasul-Nya.
Allah Subhanahu Wa Taala dalam surat Al A'raf ayat 33 berfirman Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan mengharamkan mengada-ngada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."
Demikian pula Nabi SAW bersabda. "Berdusta mengenai Aku tidak seperti berdusta mengenai orang lain. Siapa yang sengaja mendustakan tentang aku, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka. (HR. Bukhari)