REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Amerika Serikat (AS) memerintahkan semua staf kedutaan yang tidak penting untuk meninggalkan Myanmar, Selasa (30/3) waktu setempat. Langkah AS terbaru ini menyusul tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa dan bentrokan di daerah perbatasan yang terus meningkat.
AS memerintahkan keberangkatan pegawai pemerintahan non daruratnya dan anggota keluarga mereka dari Myanmar. "Keputusan itu dibuat untuk keselamatan dan keamanan personel pemerintah dan tanggungan mereka," kata juru bicara Departemen Luar Negeri melalui email dikutip laman Bloomberg, Rabu (31/3).
Di Yangon, kedutaan AS melaporkan tembakan telah dilakukan di dekat Cultural Center Amerika pada Sabtu. Kedutaan akan tetap terbuka untuk umum dan terus menyediakan layanan konsuler terbatas untuk warga negara AS dan pemohon visa.
"Sangat jelas bahwa situasi di Myanmar memburuk dengan cepat dan menciptakan suasana yang memburuk," ujar seorang ahli senior Asia Tenggara di Institut Perdamaian AS, Brian Harding dikutip laman Aljazirah, Rabu (31/3).
Kudeta militer dan tindakan keras telah berhasil menyatukan kelompok-kelompok yang terpecah-pecah. Pemberontak telah berperang dengan pemerintah selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar di daerah perbatasan uang terpencil.
Militer telah membenarkan cengkeramannya yang lama atas kekuasaan yang dilakukakannya. Militer mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya lembaga yang mampu memastikan persatuan nasional.