Senin 05 Apr 2021 23:44 WIB

Mengenal Metode Penentuan Awal Ramadhan

Menentukan Awal Ramadhan 1442 H

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Mengenal Metode Penentuan Awal Ramadhan . Foto: Petugas Masjid Al-Musyariin meneropong posisi hilal (bulan sabit muda) untuk menentukan 1 Ramadhan 1441 H di Jakarta Barat, Kamis (23/4/2020). Berdasarkan pantauan hilal di beberapa daerah, Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1441 H jatuh pada Jumat (24/4/2020)
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA
Mengenal Metode Penentuan Awal Ramadhan . Foto: Petugas Masjid Al-Musyariin meneropong posisi hilal (bulan sabit muda) untuk menentukan 1 Ramadhan 1441 H di Jakarta Barat, Kamis (23/4/2020). Berdasarkan pantauan hilal di beberapa daerah, Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1441 H jatuh pada Jumat (24/4/2020)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sudah menetapkan sidang isbat akan dilaksanakan pada 12 April 2021, yang akan dilaksanakan secara daring dan luring. Sidang isbat merupakan penentu awal Ramadhan 1442 H atau hari pertama puasa Ramadhan.

Dikutip dari buku Bekal Ramadhan karya Ahmad Zakarsih, untuk menentukan awal Ramadhan, ulama menetapkan dengan dua cara, yakni cara Rukyatul Hilal dan kedua dengan cara melengkapi bilangan Sya’ban menjadi 30 hari.

Baca Juga

A. Rukyatul Hilal

Ru'yat yang berarti melihat dengan mata, dan hilal berarti bulan sabit. Disebut bulan sabit karena yang dilihat adalah keberadaan bulan di awal yang bentuknya masih sabit, dan belum terlihat bulat dari bumi.

Penentuan awal bulan Ramadhan adalah jika hilal sudah terlihat di tanggal 29 Sya’ban, sesaat setelah terbenamnya matahari. Dengan melakukan ru'yatul hilal adalah cara yang disyariatkan di dalam agama dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau :

“Berpuasalah kamu saat melihatnya (hilal) dan berifthar (lebaran) saat melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

B. Ikmal

Ikmal atau istikmal adalah menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari, apabila hilal tidak nampak pada 29 Sya’ban.

"Ini diambil jika memang kondisi langit ketika itu tidak memungkinkan untuk kita melihat hilal. Entah karena awan gelap, cuaca mendung atau bahkan hujan lebat. Maka, yang dilakukan ketika itu adalah melengkapi bilangan bulan sya’ban sebanyak 30 hari," kata Zarkasih dalam bukunya.

Hal ini juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

"Bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya‘ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Berpuasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu dengan melihatnya juga. Tetapi bila ada awan yang menghalangi, maka genapkanlah hitungan dan janganlah menyambut bulan baru.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim)

Jadi bulan Sya'ban digenapkan bilangannya menjadi 30 hari. Dan inilah pendapat kebanyakan para ulama (jumhur) sepanjang masa.

Bilangan bulan tidak mungkin lebih dari 30 hari, karena memang itu pun sudah diberitahu oleh Nabi SAW dalam sabdanya.

“Kita adalah umat yang ummi, tidak menulis atau berhitung. Satu bulan itu adalah ini dan ini, maksudnya kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement