IHRAM.CO.ID, CARACAS -- Oposisi Venezuela pada Kamis (22/4) setuju menggunakan dana 100 juta dolar AS (Rp 1,4 triliun) yang dibekukan di Amerika Serikat untuk membayar vaksin virus corona melalui program COVAX. Venezuela tetap menjadi salah satu negara yang paling lambat dalam penyuntikan melawan penyakit tersebut.
Pemimpin oposisi Juan Guaido dan sekutunya telah berbulan-bulan bernegosiasi dengan pemerintah Presiden Nicolas Maduro untuk membayar vaksin menggunakan dana tersebut. Pemerintahan Trump membekukan 342 juta (Rp 4,9 triliun) dalam deposito bank sentral Venezuela sebagai bagian dari program 2019 dan menempatkan dana itu atas nama Guaido, yang diakui Amerika Serikat sebagai presiden sah negara itu.
"Kami melakukan upaya baru untuk memenuhi apa yang paling dibutuhkan saat ini dengan menyetujui tambahan 100 juta untuk vaksin melawan Covid-19," tulis Guaido dalam Twitter.
Itu menambah 30 juta dolar AS (Rp 435 miliar) yang sebelumnya disetujui untuk pembayaran COVAX dari kumpulan dana yang sama. Penggunaan dana memerlukan persetujuan dari Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS, atau OFAC.
Para pemimpin oposisi mengatakan mereka telah meminta izin menggunakan dana tersebut untuk pembayaran vaksin. Maduro selama berbulan-bulan mengatakan sanksi AS membuat pemerintahannya tidak mungkin membayar vaksin.
Tetapi bulan ini, dia mengumumkan transfer mendadak sebesar 64 juta dolar AS (Rp 931 miliar) ke aliansi vaksin GAVI untuk membayar inokulasi, dan kemudian mengatakan transfer lain telah dilakukan untuk mengakses sekitar 11 juta vaksin melalui COVAX.
Venezuela sejauh ini baru menerima 800 ribu dosis vaksin, yang berasal dari Rusia dan China. Negara itu telah melaporkan tingkat infeksi virus corona yang relatif rendah, dengan sekitar 187 ribu kasus dan sekitar 2.000 kematian.
Para dokter dan ilmuwan mengaitkan ini dengan tindakan penguncian awal, serta kekurangan bensin kronis pada 2020 yang membatasi mobilitas warga dan dengan demikian membatasi penyebaran penyakit.