IHRAM.CO.ID, ALBERTVILLE – Sebuah masjid Turki di Albertville, Prancis menjadi sasaran serangan pembakaran pada Selasa (4/5). Pengumuman tersebut dibuat oleh Konfederasi Islam Milli Gorus (CIMG) di laman media sosial mereka.
“Umat yang terhormat, masjid kami dibakar tadi malam. Alhamdulillah tidak ada yang terluka. Kami melihat ada orang yang menuangkan bensin dan membakar pintu masjid kami. Kami telah melaporkan kepada penegak hukum dan penyelidikan akan dilakukan,” kata pernyataan otoritas masjid.
Kamera pengintai merekam adegan yang memperlihatkan seorang pria mendekati gerbang masjid sebelum menyalakan api. Pekan lalu untuk kedua kalinya dalam satu bulan, dinding masjid Avicenna dan pusat kebudayaan Islam di Rennes dirusak dengan slogan-slogan, seperti “Bangun Prancis,” “Kami peringatkan, imigrasi membunuh,” dan “Tanpa Islamisasi.” Sampai saat ini pihak berwenang belum menangkap para penyerang.
Jemaah Muslim di kota Bordeaux Prancis juga baru-baru ini mengalami insiden kejahatan rasial karena lokasi pembangunan masjid dirusak dengan coretan Islamofobia. Muslim Association of Talence mengumumkan serangan itu di laman Facebook resmi mereka. Pesan-pesan coretan mengandung ujaran rasis, kebencian, dan Islamofobia.
Prancis mengalami peningkatan retorika anti-Muslim dan kejahatan rasial sebagai akibat dari peringatan politisi tentang ancaman Islam di sana. Belum lama ini, surat yang ditandatangani oleh 20 pensiunan jenderal, 100 perwira senior, dan lebih dari 1.000 tentara memperingatkan tentang disintegrasi Prancis jika tidak banyak yang dilakukan untuk memberantas Islam.
Surat itu menyatakan Muslim jauh dari warga negara sah Prancis dan mereka adalah pihak mengancam fondasi negara. Nativisme sayap kanan semacam itu telah naik daun di Prancis dan pandangannya tertuju pada minoritas Muslim Prancis yang berjumlah 5,4 juta orang.
Ketika Presiden Prancis Emmanual Macron melihat angka jajak pendapatnya menurun, lebih dari 60 persen orang Prancis tidak setuju dengan pekerjaan yang dia lakukan. Akibatnya, Macron semakin menggunakan sentimen anti-Muslim untuk memenangkan pemilih sayap kanan.
Dilansir TRT World, Kamis (6/5), menyerang Muslim telah menjadi pilar utama dari strategi pemilihan ulang Macron saat ia berusaha untuk meningkatkan identitas sayap kanannya. Apa yang disebut RUU Separatisme yang tengah disahkan oleh badan legislatif Prancis akan berusaha membuat kehidupan Muslim jauh lebih sulit dan memberanikan orang-orang fanatik anti-Muslim.
Bagian dari RUU tersebut adalah Muslimah di bawah 18 tahun dilarang mengenakan jilbab. Dengan latar belakang inilah Prancis menyaksikan serangan terhadap tempat-tempat ibadah Muslim sebagai hal yang sah untuk menyelamatkan Prancis.