IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Beberapa hari lalu, media Middle East Monitor melaporkan pemerintah Saudi mengganti frasa “Hanya Muslim” atau “Muslim Only” dari papan petunjuk jalan yang mengarah ke Masjid Nabawi, Madinah, situs suci kedua bagi umat Islam setelah Makkah. Frasa tersebut diganti dengan “Kawasan Haram” yang mengacu pada Haram (suci) Madinah atau situs suci.
Foto petunjuk arah itu tersebar di media sosial. Banyak warganet yang memuji perubahan tersebut karena menunjukkan rasa toleransi Saudi. Pemerintah Saudi melarang non-Muslim untuk memasuki dua kota suci, yakni Madinah dan Makkah. Namun, apakah benar dalam Islam memang ada peraturan tersebut?
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat mengatakan pemerintah Saudi memiliki kebijakan untuk tidak membolehkan orang non-Muslim masuk kota Madinah. Ada semacam pemeriksaan, orang-orang yang akan tinggal di Madinah harus mempunyai izin tinggal dan dokumen yang menyatakan dia beragama Islam. Jika dia Muslim dia dibolehkan masuk dan jika dia non-Muslim tidak dibolehkan masuk.
Akan tetapi, itu kebijakan pemerintah Saudi. Sementara terkait hukum syariah apakah non-Muslim haram masuk kota Madinah, perlu melihat dari sejarah Nabi Muhammad saw.
“Di masa Rasulullah saw, Nabi pernah menerima utusan dari Bani Tsaqif. Bani Tsaqif itu adanya di Tha'if, datang mereka ke Madinah dan mereka bukan orang islam tapi diterima oleh Rasulullah di dalam Masjid Nabawi. Nah, bukan hanya masuk Kota Madinah tapi mereka masuk ke dalam Masjid Nabawi,” kata Ustadz Ahmad dalam kajian berjudul Apakah Benar Madinah Adalah Kota Suci Anti non-Muslim? di kanal Youtube Rumah Fiqih.
Selain itu, di masa Rasulullah banyak terdapat orang Yahudi, sebelum nanti ada pengusiran-pengusiran terhadap orang yahudi karena mereka mengkhianati perjanjian-perjanjian yang telah mereka buat. Yang jelas, di masa Rasulullah ada orang yahudi. Dahulu, Rasulullah juga menandatangani perjanjian Piagam Kota Madinah bersama tiga orang Yahudi, yakni Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
Mereka adalah orang-orang yang memang sudah lebih awal tinggal Madinah. Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, maka Madinah menjadi sebuah negara yang banyak penduduknya dengan berbagai macam rasnya. Ada orang Arab yang masih menyembah berhala, orang yahudi, dan orang majusi yang menyembah api.
“Jadi sebenarnya kalau mengacu di masa Rasulullah, Madinah adalah kota yang multi dalam arti tidak hanya khusus buat orang Islam saja tapi untuk semua agama. Piagam Madinah itu mengikat semua agama yang ada, dari berbagai macam kelompok, ras, etnis, dan lain-lain,” ujar dia.
Ini berarti Madinah adalah kota yang tidak tertutup untuk orang-orang di luar Islam pada masa Rasulullah. Namun, sekarang Madinah dan Makkah tidak boleh dikunjungi bagi orang non-Muslim karena kebijakan dari pemerintah Saudi. Selain dua kota itu, orang non-Muslim bisa tinggal dan berkunjung. Misal, Jeddah, banyak orang non-Muslim dari Filipina yang menjadi tenaga kerja. Mereka dibolehkan tinggal di sana.