IHRAM.CO.ID, JAKARTA - Riba secara bahasa berarti ziyadah (tambahan). Sedangkan riba menurut istilah berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil atau pengambilan tambahan. Riba baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Dr. Hasbiyallah dalam bukunya "Sudah Syar'ikah Muamalahmu" mengatakan, menurut jumhur ulama, riba terdiri atas dua yaitu riba Nasi'ah dan riba Fadhl.
1. Ribq Nasi'ah
Riba Nasi'ah adalah pertambahan bersyarat yang diperoleh orang yang mengutangkan dari orang yang berhutang lantaran penangguhan. Jenis ini, diharamkan berdasarkan Nash Alquran sunnah dan ijma.
Dr Hasbiyallah menyampaikan, ulama Hanafiah mendefinisikan sebagai penambahan waktu penyerahan barang dan penambahan barang pada utang dalam penukaran dua varang berbeda jenis yang ditakar atau ditimbang. Riba Nasi'ah adalah penangguhan utang sebagai kompensasi dari tambahan atas kadar utang yang asli.
"Atau, penundaan penyerahan salah satu barang yang ditukar dalam akad jual beli barang ribawi sejenis," katanya.
2. Riba Fadhl
Riba Fahl adalah jenis jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan barang pangan dengan tambahan. Ulama Hanafiah mengartikan riba Fadhl sebagai tambahan pada harta dalam akad jual beli sesuai ukuran syariat takaran atau timbangan jika barang yang ditukar sama.
Riba Fadhl ini adalah jual beli dengan tambahan pada salah satu barang yang saling ditukar. Riba ini tidak terjadi kecuali pada dua barang sejenis, seperti satu takar gandum dengan satu setengah takar gandum yang sama.
"Atau satu gram emas, dengan satu setengah gram," katanya.
Ketentuan ini telah disepakati oleh para ulama dengan didasarkan pada hadits Abu Sa'id al-khudri yang diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari Muslim).
"Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali masing-masing dengan ukuran yang sama. Janganlah kalian melebihkan yang satu dari yang lain. Dan janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali masing-masing dengan ukuran yang sama. Janganlah kalian melebihkan yang satu dari yang lain."
Jenis riba yang diharamkan karena menyebabkan kepada riba Nasi'ah.
Apabila berlangsung jual beli emas dengan emas atau gandum dengan gandum, ada dua syarat yang harus dipenuhi agar jual beli hukumnya sah. Pertama, persamaan dalam kualitas tanpa memperhatikan baik dan jelek. Dalilnya adalah hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh Muslim. Bahwa seorang mendatangi Rasulullah dengan membawa sedikit kurma. Rasulullah mengatakan kepadanya.
"Ini bukankah kurma kita." Orang tersebut berkata lagi" wahai Rasulullah kami jual kurma kami sebanya dua sha'. Rasulullah lantas bersabda lagi. 'Yang demikian itu riba, kembalikan kemudian jualah kurma kita dan setelah itu belilah untuk kita dari jenis ini" (HR.Muslim).
Kedua tidak boleh menangguhkan satu barang, bahkan pertukaran harus dilaksanakan secepat mungkin. Hal ini berdasarkan dalai dari hadis. Nabi bersabda
"Jika dari tangan ke tangan." (HR Muslim).
Dan dalam hubungan ini Rasulullah bersabda.
"Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, jangan kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama bilangannya dan jangan kamu lebihkan sebagian atau sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada di tempat dengan yang sudah ada di tempat."(HR Bukhari dan Muslim).
Ulama Syafi'iyah menambahkan satu lagi jenis riba Yadd. Riba Yadd adalah jual beli dengan menunda penyerahan kedua barang atau menyerahkan salah satu barang, tetapi tanpa menyebutkan waktu penangguhan. Artinya, akad jual beli dua barang tidak sejenis, seperti gandum dengan kedelai tanpa penyerahan barang di majelis akan. Menurut ulama Hanafiyah, jenis riba ini adalah riba Nas'iha termasuk kategori riba nasiah karena dalam utang piutang.