IHRAM.CO.ID, Melbourne, Australia –- Yusuf Hussein adalah warga negara Australia dari etnis Uighur yang tinggal di kota kecil Adelaide. Bertahun dia dan kelima anaknya biasa berbicara dengan orang tuanya yang sudah lanjut usia setiap minggu yang ada di China.
Tetapi sejak 2017 Yusuf tidak dapat menghubungi mereka. “Tiba-tiba, [mereka] menghilang dan tidak satupun dari mereka menjawab telepon saya,” kata Hussein kepada Al Jazeera.
“Mereka tidak mengirimi saya pesan sama sekali. Saya mencoba mengirim pesan. Tak satu pun dari mereka merespons,'' keluhnya lagi.
Sebuah laporan baru-baru ini dari Human Rights Watch menuduh pemerintah China melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan” terhadap sebagian besar Muslim Uighur di wilayah barat Xinjiang. Kejahatan termasuk pemenjaraan, kerja paksa, kekerasan seksual, penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa.
Hussein percaya ayahnya, yang berusia 85 tahun, ibu dan saudara kandungnya kini telah dipindahkan ke apa yang dia gambarkan sebagai “kamp konsentrasi” – pusat penahanan skala besar yang menurut PBB dapat menampung sekitar satu juta orang Uighur.
Keterangan foto: Marhaba Yakub Salay, tengah, bersama orang tuanya Bahar Mamtimin, kiri, dan Yakub Sabir, kanan, memegang foto saudara perempuan dan putrinya Mayila Yakufu yang mereka katakan saat ini ditahan oleh pemerintah China. Warga Uighur Australia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak dapat menghubungi anggota keluarga di China selama bertahun-tahun
Pemerintah China menyebut pusat-pusat tersebut sebagai kamp “pendidikan” yang menawarkan “pelatihan keterampilan kejuruan”. Presiden Asosiasi Uighur Victoria, Alim Osman, mengatakan pada penyelidikan parlemen baru-baru ini ada sekitar 5.000 orang Uighur yang tinggal di Australia, dengan sekitar 1.500 di antaranya diperkirakan berada di Adelaide, sebuah kota berpenduduk 1,3 juta orang di pantai selatan.
Keterangan foto: Anggota keluarga Yusuf Hussein di provinsi Xinjiang, yang dia katakan tidak dapat dihubungi sejak 2017 [Courtesy of Yusuf Hussein]