IHRAM.CO.ID, TEL AVIV – Salah seorang Jurnalis Aljazirah, Givara Budeiri dibebaskan dari tahanan Israel. Ia ditahan saat sedang meliput demonstrasi di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur. Polisi Israel menyerang Budeiri dan menghancurkan peralatan milik Juru Kamera Aljazirah, Nabil Mazzawi.
Penangkapan Budeiri menuai kecaman tajam dari para pendukung kebebasan pers dan pengawas media.
“Mereka datang dari berbagai sudut. Mereka menendang saya ke dinding dan menyeret saya masuk ke mobil,” kata Budeiri.
Kala itu, Budeiri melaporkan aksi peringatan 54 tahun Hari Naksa yang menggambarkan hari kemenangan Israel saat Perang Enam Hari tahun 1967. Budeiri telah bekerja sebagai jurnalis Aljazirah sejak tahun 2000. Dia mengenakan jaket antipeluru bertanda "pers" ketika dia ditangkap dan memegang kartu Kantor Pers Pemerintah Israel (GPO).
Namun, dia mengaku bahwa dia diperlakukan seperti penjahat saat di kantor polisi Israel. Polisi menuduhnya Budeiri menendang seorang tentara wanita, sebuah tuduhan yang ia bantah. Dia dibebaskan dengan syarat tidak pergi ke Sheikh Jarrah selama 15 hari.
Pejabat Direktur Jenderal Jaringan Media Aljazirah, Mostefa Souag mengutuk keras penangkapan tersebut. Penargetan sistematis terhadap jurnalis merupakan pelanggaran pada hukum internasional. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi Israel terhadap Budeiri dan Mazzawi sama sekali mengabaikan hak asasi manusia jurnalis.
“Pembungkaman wartawan dengan meneror mereka telah menjadi kegiatan rutin bagi otoritas Israel seperti yang disaksikan dalam beberapa pekan terakhir di Gaza dan Yerusalem yang diduduki,” ujar dia.
Rekan Budeiri, Hoda Abdel Hamid mengatakan Budeiri ditangkap tanpa alasan yang jelas. Dia menceritakan saat penangkapan, Budeiri didorong saat mencoba mengambil kartu persnya. Saat juru kameranya mencoba untuk membantunya, kameranya pecah.
“Kami berbicara dengan beberapa saksi dan mereka semua mengatakan tidak ada alasan untuk ketegangan semacam itu dan tidak jelas mengapa mereka memutuskan secara khusus mengejar Budeiri sementara ada jurnalis lain yang melakukan persis seperti yang dia lakukan,” kata Abdel Hamid.
Juru Bicara Wartawan Tanpa Batas (RSF), Sabrina Bennoui mengatakan penangakapan tersebut tidak dapat diterima.
“Ini jelas merupakan pelanggaran kebebasan pers karena jurnalis ini dapat dikenali dengan jelas mengenakan rompi pers. Ada keinginan yang jelas dari otoritas Israel untuk mencegah jurnalis melakukan pekerjaan mereka,” kata Bennoui.